JAKARTA, KOMPAS.com - Tenaga Ahli Menteri Kesehatan Bidang Penanganan Covid-19 Andani Eka Putra mengungkapkan kesulitan yang dihadapi pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam menyediakan alat untuk tes terkait Covid-19 pada awal pandemi Covid-19, Maret 2020.
Ia mengatakan, terdapat empat komponen utama untuk dapat memeriksa spesimen seseorang apakah terpapar Covid-19 atau tidak, yakni viral transport medium (VTM), kit primer, kit polyemrase chain reaction (PCR), dan kit ekstraksi.
"Itu harus kami adakan, sulitnya minta ampun. Di awal, untuk dapat kit primer saja saya harus nembak punya orang. Jadi mereka sudah beli, harus order dulu ke Singapura, saya pinjam dulu. Sulit sekali," kata Andani dalam talkshow BNPB bertajuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi Darurat, Selasa (16/3/2021).
Baca juga: Pemkab Karawang Kekurangan Reagen PCR Covid-19, Berencana Beli 5.000 Unit
Ia mengatakan, saat itu sistem yang diterapkan dalam melakukan pengetesan masih individual dan belum multipleks seperti saat ini.
Komponen reagen yang ada, kata dia, masing-masing diracik dan dicampur untuk dapat mengetes spesimen seseorang.
Selain itu, reagen juga masih merupakan barang yang sulit didapatkan karena seluruhnya buatan Eropa.
"Jadi mereka kirim ke Indonesia itu hanya sekitar 50 boks untuk semua laboratorium sehingga kita cuma dapat 1 boks untuk 50 sample," kata dia.
Kondisi tersebut, kata dia, amat menyedihkan. Apabila kit telah habis digunakan, keesokan harinya laboratorium tidak bisa bekerja karena tak ada alat pemeriksaan.
Sementara itu, sampel spesimen terus masuk ke laboratorium.
"Itu dijalani sampai sebulan, maka testing kita awalnya 22 sample paling sukses 50-90 sampel, diburu libur sehari dua hari, itu kami harus pintar-pintar mainkannya," kata dia.
Tak mengherankan jika saat itu pun semua jurus dilakukan agar pemeriksaan sampel tetap bisa dilaksanakan.
Baca juga: Cerita Awal Pandemi Covid-19, Indonesia Ambil Reagen dari Korsel
Terlebih saat itu juga belum ada pihak yang berani menembus kesulitan-kesulitan dalam pengadaan reagen.
Hingga akhirnya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi turun tangan untuk memenuhi kebutuhan reagen.
"Testing itu nomor satu, tapi kesulitan reagen. Pengadaan BNPB muncul banyak regen, kami evaluasi semuanya karena menyangkut hasil. Jangan positif jadi negatif, negatif jadi positif," kata dia.
Dengan upaya-upaya yang telah dilakukan saat ini, kata dia, dari semula laboratorium hanya bisa menghasilkan 22 sampel per hari, kini sudah bisa mencapai 8.023 sampel per hari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.