Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Awal Pandemi Covid-19, Indonesia Ambil Reagen dari Korsel

Kompas.com - 16/03/2021, 13:58 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Duta Besar RI untuk Singapura Suryopratomo menceritakan tentang bagaimana perjuangan Indonesia menghadapi pandemi Covid-19 saat pertama kali melanda pada Maret 2020.

Indonesia bahkan harus mengambil reagen atau alat untuk mengetes spesimen Covid-19 jatah negara lain, yaitu dari Korea Selatan.

Suryopratomo yang saat itu merupakan salah satu tim Satuan Tugas Penanganan Covid-19 yang dibentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan, kondisi Indonesia saat itu tidak memiliki satu pun alat reagen untuk memeriksa seseorang apakah terpapar Covid-19 atau tidak.

Baca juga: Menaker: 29,12 Juta Penduduk Usia Kerja Terdampak Pandemi

Padahal, ketika itu orang meninggal dunia akibat Covid-19 di Indonesia sudah bermunculan.

"Tanggal 21 Maret 2020 tiba-tiba diinformasikan ada reagen di Korea Selatan. Itu sebetulnya jatah negara lain. Kami minta belok ke Indonesia karena hanya 50.000," kata Suryopranoto dalam talkshow BNPB bertajuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi Darurat, Selasa (16/3/2021).

Ia mengatakan, saat itu BNPB meminta kepada Duta Besar Indonesia di Korea Selatan untuk mengamankan reagen tersebut.

BNPB juga meminta agar reagen itu segera dikirimkan ke bandara untuk diangkut oleh maskapai Garuda dari Korea Selatan ke Indonesia.

"Kami telepon Dirut Garuda untuk kami mohon supaya 50.000 reagen itu bisa dikirim ke Indonesia," kata dia.

Baca juga: Sebut Tak Ada Pandemi yang Selesai dalam Setahun, Menkes: Bisa 5-10 Tahun

Suryopranoto mengatakan, upaya tersebut merupakan salah satu sistem manajemen yang dilakukan BNPB di tengah situasi yang tidak biasa akibat pandemi Covid-19.

BNPB menekankan agar saat itu Indonesia bisa mendapatkan alat reagen dari mana pun asalnya.

Bahkan ketika itu, kata dia, negara lain seperti Amerika Serikat dan Eropa pun sampai meminta-minta alat pelindung diri (APD) kepada Korea Selatan, tetapi tidak mendapatkannya.

"Jadi Indonesia saat itu jumlah orang meninggal dunia sudah muncul, APD dan reagen tidak ada. Di tengah analisis-analisis bahwa Indonesia akan ambruk karena kasus Covid-19, BNPB harus melakukan tindakan," ujar Suryopranoto.

Ditambah lagi, kata dia, pada bulan April Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah meminta agar testing ditingkatkan menjadi 10.000 per hari.

Baca juga: Menko PMK Ingatkan Pelayanan Kesehatan Dasar Tak Diabaikan Kala Pandemi Covid-19

Bahkan, pada saat itu laboratorium pun hanya ada dua buah yang akhirnya terus didorong oleh BNPB hingga 400 laboratorium adanya.

"Kita bangun infrastruktur mudah, tapi siapa yang mengerjakan, siapa yang bisa kelola lab? Situasi Maret-April 2020, situasi mengagetkan. Alhamdulillah Indonesia mampu mengendalikan Covid-19, tak seburuk yang dikatakan orang," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com