JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Indonesia Choice for Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menilai penangkapan seorang warga akibat komentarnya di sosial media soal Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka adalah blunder besar.
Erasmus menyebut tidak seharusnya pihak kepolisian melakukan penangkapan pada pemuda berinisial AM tersebut.
Menurut Erasmus hal ini menunjukkan bahwa selain Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) harus direvisi. Lalu, pemahaman aparat tentang individu dan jabatan juga mesti mengacu pada aturan.
Baca juga: Gibran Dihina di Medsos, Polisi Tangkap Seorang Pemuda, Ini Penjelasan Kapolresta Solo
"Menunjukkan bahwa memang masalah utama, selain UU ITE harus direvisi adalah pemahaman aparat soal individu dan jabatan. Ini problem karena pasal yang diduga enggak nyambung," jelas Erasmus pada Kompas.com, Selasa (16/3/2021).
Menurut Erasmus, jika dianggap sebagai penghinaan, seharusnya masuk dalam delik aduan.
"Pertama, penghinaan harus delik aduan, apakah Gibran Mengadu? Kedua, masuk Pasal 28 Ayat 2 (UU ITE), dimana ujaran kebenciannya? Enggak ada kan? Ujaran itu kan disampaikan pada Gibran sebagai individu, bukan golongan masyarakat tertentu," paparnya.
Jika hal seperti ini terus dilakukan, Erasmus menyebut, penegakan hukum kita kembali seperti di zaman kolonial.
Baca juga: Unggah Komentar Hina Gibran, Pemuda Ini Ditangkap Polisi di Solo
Dimana seorang pejabat publik seolah tidak boleh disinggung dan punya kekuasaan mutlak.
"Kalau begini sama saja kembali ke jaman kolonial. Jaman pejabat enggak boleh disinggung, dianggap punya kekuasaan mutlak, Mahkamah Agung sudah ingatkan itu saat menghapus delik penghinaan presiden," tuturnya.
Erasmus melanjutkan, pola seperti ini seharusnya sudah tidak ada di negara demokrasi.
Selain itu hal ini, menurut dia, menunjukkan bahwa keberadaan polisi siber fungsinya untuk mengawasi perilaku warga negara dan dianggap berbahaya untuk demokrasi.
"Ini juga menunjukan polisi siber itu fungsinya jadi mengawasi perilaku warga negara, apa gunanya? Jadi berbahaya untuk demokrasi," katanya.
Ia meminta sebaiknya polisi fokus pada kasus-kasus penipuan online dan kejahatan-kejahatan yang berhubungan dengan dunia siber.
Baca juga: Sebut Gibran Hanya Dikasih Jabatan, Warga Ditangkap Polisi, Kapolresta Solo: Sudah Minta Maaf
"Kasus-kasus seperti ini memperburuk citra demokrasi Indonesia," pungkas dia.
Diberitakan sebelumnya tim virtual police Polresta Solo menangkap seorang pemuda berinidial AM karena mengunggah komentar bermuatan ujaran kebencian terharap Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka di sosial media Instagram.