Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Limbah Batu Bara Dikeluarkan dari Kategori Berbahaya dan Potensi Rusak Lingkungan

Kompas.com - 13/03/2021, 09:05 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan Presiden Joko Widodo terkait penghapusan limbah batu bara dan limbah sawit dari daftar limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) menjadi sorotan publik karena dinilai berpengaruh pada lingkungan hidup.

Aturan tersebut tertuang di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

PP Nomor 22 Tahun 2021 merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Berdasarkan lampiran XIV PP Nomor 22 Tahun 2021 disebutkan, jenis limbah batu bara yang dihapus dari kategori limbah B3 adalah fly ash dan bottom ash (FABA).

Dua jenis limbah tersebut bersumber dari proses pembakaran batu bara pada fasilitas pembangkitan listrik tenaga uap PLTU atau dari kegiatan lain yang menggunakan teknologi, selain stocker boiler dan/atau tungku industri.

Pasal 459 huruf C PP 22/2021 diatur fly ash dan bottom ash hasil pembakaran batu bara dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan kegiatan lainnya tak termasuk sebagai limbah B3, tetapi non-B3.

Pemanfaatan Limbah nonB3 sebagai bahan baku yaitu pemanfaatan Limbah nonB3 khusus seperti fly ash (debu,red) batubara dari kegiatan PLTU dengan teknologi boiler minimal CFB (Ciraiating Fluidized Bed) dimanfaatkan sebagai bahan baku kontruksi pengganti semen pozzolan,” demikian tertulis dalam beleid itu.

Baca juga: Presiden Jokowi Keluarkan Limbah Batu Bara dari Kategori Berbahaya

Dalam PP yang sama, limbah sawit atau spent bleaching earth (SBE) atau limbah padat yang dihasilkan industri pemurnian minyak goreng juga dihapus dari kategori daftar limbah B3.

Adapun, jenis limbah sawit SBE masuk dalam daftar limbah non-B3 dengan kode limbah N108.

Kebijakan tersebut menuai kritik dari aktivis lingkungan hingga DPR RI. Mereka menilai menghapus limbah batu bara jenis FABA dari kategori B3 akan mempengaruhi kerusakan lingkungan.

Baca juga: Limbah Sawit Juga Dikeluarkan Jokowi dari Kategori Berbahaya

Salah satu yang mengkritik adalah Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah yang menilai dikeluarkannya limbah fly ash dan bottom ash dari kategori B3, dapat mencemari sungai dan laut yang menjadi pusat kehidupan masyarakat pesisir.

"Limbah ini kalau tercemar ke air membuat biota ikan mati, itu terjadi baik di masyarakat yang hidup di pesisir sungai dan laut. Padahal 82 persen perusahaan batu bara di Indonesia letaknya di wilayah pesisir. Jadi ini kejahatan sistematis pemerintah pada masyarakat pesisir," kata Merah saat dihubungi Kompas.com, Jumat (12/3/2021).

Baca juga: Limbah Batu Bara Dikeluarkan dari Kategori Berbahaya, JATAM: Kejahatan Sistematis

Ia mengatakan, kelompok nelayan, perempuan dan masyarakat adat akan sangat terdampak terhadap limbah batu bara tersebut.

Kebijakan tersebut, menurut Merah, menunjukkan pemerintah hanya menghitung dampak ekonomi bagi pemasukan negara. Namun, abai terhadap lingkungan dan masyarakat.

Senada, Manajer Kampanye Perkotaan dan Energi Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi) Dwi Sawung menilai, pemerintah kian mengabaikan lingkungan hidup dengan dihapusnya limbah batu bara jenis FABA dari kategori B3.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama Seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama Seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com