JAKARTA, KOMPAS.com - Pengembangan vaksin Nusantara mendapat sorotan tajam. Tak hanya dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito, Presiden Jokowi juga memberikan pernyataan soal vaksin dalam negeri.
Dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Rabu (10/3/2021), Penny dengan tegas menyatakan vaksin yang diinisiasi mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto itu dinilai tak sesuai kaidah medis.
"Pemenuhan kaidah good clinical practice juga tidak dilaksanakan dalam penelitian ini," kata Penny.
Dua hari setelahnya, Jumat (12/3/2021), Presiden Joko Widodo mengingatkan agar proses pembuatan vaksin melalui kaidah saintifik atau keilmuan yang berlaku.
Baca juga: BPOM: Vaksin Nusantara Tak Sesuai Kaidah Medis
"Saat ini vaksin yang tengah dikembangkan di Tanah Air adalah vaksin Merah Putih dan vaksin Nusantara yang terus harus kita dukung," ujar Jokowi.
"Tapi untuk menghasilkan produk obat dan vaksin yang aman, berkhasiat dan bermutu, mereka juga harus mengikuti kaidah-kaidah saintifik," lanjutnya.
Pendekatan Sel Dendritik, Diklaim Pertama di Dunia
Anggota tim peneliti vaksin Nusantara FK Undip/RSUP dr Kariadi, Yetty Movieta Nency mengklaim Vaksin Nusantara merupakan vaksin Covid-19 pertama di dunia yang menggunakan pendekatan sel dendritik.
Vaksin ini juga tidak mengandung virus corona yang sudah dinonaktifkan, sebagaimana kebanyakan vaksin Covid-19 lainnya.
"Penelitian vaksin Covid-19 di dunia ini kan ada sampai 200-an kelompok penelitian ya. Tapi setahu saya vaksin dengan pendekatan dendritik, ini adalah yang pertama di dunia," ujar Yetty, Rabu (17/2/2021).
Yetty menjelaskan, metode ini pertama-tama adalah mengambil darah dari tubuh seorang subyek atau pasien.
Selanjutnya darah itu akan dibawa ke laboratorium untuk dipisahkan antara sel darah putih dan sel dendritik (sel pertahanan, bagian dari sel darah putih).
Baca juga: Mengenal Vaksin Nusantara, Proses Pembuatan dan Cara Kerjanya
Sel dendritik ini akan dipertemukan dengan rekombinan antigen di laboratorium sehingga memiliki kemampuan untuk mengenali virus penyebab Covid-19 SARS-CoV-2.
"Dia kami kenalkan dengan rekombinan antigen dari Sars-CoV-2, bukan antigen murni, semacam turunan dari SARS-CoV-2. Kami harapkan sel dendritik ini menjadi pintar, dia punya memori untuk mengenali dan melawan SARS-CoV-2," jelas dr. Yetty.
Kemudian setelah sel berhasil dikenalkan dengan virus corona, maka sel dendritik akan kembali diambil untuk disuntikkan ke dalam tubuh subyek atau pasien (yang sama) dalam bentuk vaksin.
Dengan ini, pasien diharapkan memiliki kekebalan atau antibodi yang baik dalam melawan virus corona.
Dari proses pengambilan darah, laboratorium, hingga akhirnya menjadi vaksin yang siap disuntikkan, Yetty menyebutkan diperlukan waktu satu minggu.
Baca juga: 6 Hal yang Perlu Diketahui tentang Vaksin Nusantara
Untuk diketahui, vaksin Nusantara yang juga disebut juga AV-Covid-19 ini dikembangkan dari kerja sama antara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), RSUP dr. Kariadi Semarang, dan Universitas Diponegoro.
Vaksin Covid-19 ini disebut sudah menyelesaikan uji klinis tahap 1 dan mulai melakukan uji klinis tahap kedua.
Adapun uji klinis fase satu untuk Vaksin Nusantara telah selesai dengan melibatkan 27 relawan.
Saat ini tim berencana melanjutkan ke uji klinis fase 2 dengan melibatkan 180 relawan.
Selanjutnya jika sudah melakukan uji klinis fase 2 rencananya uji klinis fase III akan dilakukan kepada 1.600 orang.
Kritik BPOM
"Komite etik dari RSPAD Gatot Subroto, tapi pelaksanaan penelitian ada di RS dr Kariadi," kata Penny, Rabu.
Itulah yang menjadi salah satu alasan mengapa BPOM menilai vaksin nusantara belum memenuhi kaidah ilmiah.
Padahal, jelasnya, setiap tim peneliti harus memiliki komite etik di tempat pelaksanaan penelitian yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan dan keselamatan subyek penelitian.
Baca juga: 2 Alasan Ahli Minta Pemerintah dan BPOM Menghentikan Vaksin Nusantara
Penny juga menyoroti perbedaan data dari tim uji klinis Vaksin Nusantara dengan data yang dipaparkan pada rapat kerja di DPR tersebut.
Padahal menurutnya, BPOM sudah selesai meninjau hasil uji klinis I Vaksin Nusantara.
"Saya hanya memberikan komentar bahwa data yang diberikan tadi tidak sama dengan data yang diberikan kepada BPOM dan kami sudah melakukan evaluasi," jelasnya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.