Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan Komisi IV Sebut Ada yang Rancu soal Limbah Batu Bara

Kompas.com - 12/03/2021, 14:12 WIB
Ardito Ramadhan,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi menyebut, Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 yang mengeluarkan limbah batu bara dari kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) boleh jadi sesuai dengan kondisi di lapangan.

Dedi mengatakan, selama ini limbah batu bara berupa fly ash sebetulnya sudah kerap dimanfaatkan untuk membuat batu bata sehingga menyebabkan kerancuan atas status limbah B3 tersebut.

"Kalau ternyata limbah B3 ini dimanfaatkan dan tidak menimbulkan problem lingkungan bagi pengguna atau penikmat manfaat itu, ya bisa jadi PP ini lebih selaras," kata Dedi saat dihubungi, Jumat (12/3/2021).

Dedi menuturkan, selama ini perusahaan penghasil limbah batu bara mesti membayar perusahaan pengelola limbah yang telah ditunjuk.

Baca juga: Presiden Jokowi Keluarkan Limbah Batu Bara dari Kategori Berbahaya

Anehnya, kata Dedi, perusahaan pengelola limbah itu justru memanfaatkan limbah yang mereka terima untuk diolah menjadi batu bata yang kemudian mereka jual kembali.

"Jadi kan ada sesuatu yang rancu, katanya B3, kemudian mereka harus mengeluarkan biaya, si pengepul limbah B3-nya dapat untungnya jadi dapat dua, dapat untuk dari dia dibayar untuk mengangkut dan mengelola, dapat untung menjadi bahan baku batu bata," ujar Dedi.

Menurut Dedi, jika memang limbah tersebut dapat dimanfaatkan, semestinya digunakan untuk memberdayakan masyarakat di sekitar, bukan malah untuk menguntungkan perusahaan pengelola limbah.

"Harusnya masyarakat di daerah itu menikmati dong fly ash itu untuk dibuat batu bata, bukan fly ash-nya dibawa diangkut ke tempat lain, penikmatnya dari tempat lain," kata dia.

Oleh sebab itu, ia menilai PP 22 Tahun 2021 lebih logis dan sesuai dengan keadaan yang berlangsung di lapangan saat ini.

Walaupun demikian, politikus Golkar itu menegaskan, pemerintah tetap harus membuat regulasi teknis untuk mengatur pengelolaan dan pemanfaatan limbah batu bara tersebut agar tidak merusak lingkungan.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga diminta untuk menjelaskan efek pemanfaatan limbah batu bara sebagai batu bata terhadap kesehatan.

"Nanti telilti saja itu yang selama ini pengguna limbah batu bara kemudian digunakan menjadi batu bata itu apakah mereka mengalami problem kesehatan atau tidak, itu harus dibuktikan secara ilmiah," kata dia.

Dedi juga mendorong kalangan industri untuk membuat teknologi pengelolaan batu bara yang bermanfaat bagi kepentingan publik.

Baca juga: Limbah Batu Bara Dikeluarkan dari Kategori Berbahaya, Walhi: Pemerintah Abaikan Lingkungan

Ketentuan soal keluarnya limbah batu bara dari kategori limbah B3 tertuang dalam PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

PP Nomor 22 Tahun 2021 merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Berdasarkan lampiran 14 PP Nomor 22 Tahun 2021 disebutkan, jenis limbah batu bara yang dihapus dari kategori limbah B3 adalah fly ash dan bottom ash.

Dengan catatan, dua jenis limbah itu bersumber dari proses pembakaran batu bara pada fasilitas pembangkitan listrik tenaga uap PLTU atau dari kegiatan lain yang menggunakan teknologi selain stocker boiler dan/atau tungku industri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com