KOMPAS.com – Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Mardani Ali Sera menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menjadi best practice atau menjadi salah satu lembaga antikorupsi rujukan dunia.
“Sebagaimana terjadi dalam periode 2012 -2014, sejumlah negara seperti Brasil dan Malaysia bahkan menjadikan KPK sebagai salah satu referensi dalam membangun dan mengembangkan lembaga antikorupsi di negaranya masing-masing,” ujarnya, seperti dalam keterangan tertulis yang Kompas.com terima, Jumat (12/3/2021).
Pernyataan tersebut Mardani sampaikan usai mengikuti focus group discussion (FGD) yang digelar BKSAP DPR dengan Westminster Foundation for Democracy (WFD) bertajuk "Berkaca pada Interaksi antara Parlemen dan Lembaga Anti-Korupsi dalam Pemberantasan Korupsi" di Bogor, Jawa Barat (Jabar), Rabu (10/3/2021).
Menurut Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, apresiasi Brasil dan Malaysia terkait keberhasilan KPK menjadi pelajaran besar bagaimana lembaga antikorupsi di Indonesia harus terus dilestarikan dan dikembangkan.
Baca juga: Korupsi Tokoh Antikorupsi
Oleh karenanya, Mardani menekankan bahwa parlemen mendukung sepenuhnya segala bentuk upaya pemberantasan korupsi.
Pasalnya, sebagai Anti-Corruption Agency (ACA) di Indonesia, KPK berhubungan erat dengan parlemen. Keduanya merupakan dua sayap, maka tidak bisa KPK bekerja sendiri dengan menegasikan parlemen. Begitu pula parlemen tidak dapat bekerja dengan mengkerdilkan KPK.
“DPR men-support sepenuhnya aktivitas antikorupsi. Dalam pertemuan hari ini, Anggota DPR yang hadir semua menunjukkan komitmennya terkait kesamaan frekuensi (untuk pemberantasan korupsi),” kata Mardani.
Pada kesempatan yang sama, Anggota BKSAP DPR RI Johan Budi menyampaikan pengalaman dalam posisinya sebagai mantan Pelaksana Tugas (Plt) Pimpinan KPK (2015) dan mantan Juru Bicara Istana (2016-2019).
Baca juga: DPR: Korupsi di Sektor Swasta Hanya Bisa Ditangani Polisi dan Jaksa
Menurut politisi PDI-Perjuangan tersebut, posisinya saat ini sebagai anggota Komisi III DPR RI memiliki sejumlah prioritas desain hukum ke depan.
“Komisi III saat ini tengah menyusun roadmap legislasi dengan fokus pada Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP), RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara PIDANA (KUHAP), RUU Lembaga Pemasyarakatan (PAS) dan RUU Kelembagaan,” ucapnya.
Salah satu upaya mengenai revisi KUHP, sambung Johan, memiliki tujuan untuk perbaikan pidana materiil di bidang korupsi guna mengisi gap convention against corruption (UNCAC).
Lebih lanjut ia menjelaskan, RUU tindak pidana korupsi (Tipikor) juga didorong untuk bisa menerapkan hal-hal, seperti illicit enrichment, penyuapan di organisasi dan pejabat asing, korupsi di sektor swasta, gratifikasi, perdagangan pengaruh dan lainnya.
Terkait peran KPK, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron memaparkan, pihaknya secara konstitusional bertugas melakukan tindakan pencegahan, koordinasi dengan instansi berwenang melaksanakan pemberantasan tipikor dan instansi pelayanan publik sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019.
Selain itu, KPK juga memonitor penyelenggaraan pemerintahan negara, melakukan supervisi, penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tipikor, serta melaksanakan penetapan hakim, dan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.
“Strategi saat ini adalah pendidikan yakni agar orang tidak ingin korupsi, pencegahan supaya orang tidak bisa korupsi, dan penegakan hukum dengan sasaran orang takut untuk korupsi,” imbuh Ghufron.