Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontroversi Supersemar, Kemarahan Soekarno hingga Manuver Soeharto

Kompas.com - 11/03/2021, 05:30 WIB
Kristian Erdianto

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com – Penerbitan Surat Perintah 11 Maret atau Supersemar merupakan salah satu peristiwa bersejarah dalam perjalanan bangsa Indonesia.

Lima puluh lima tahun yang lalu, terjadi peralihan kekuasaan dari Presiden Soekarno ke Menteri Panglima Angkatan Darat Letjen Soeharto.

Saat itu Soekarno “dikabarkan” memberi mandat kepada Soeharto untuk memulihkan stabilitas politik nasional yang goyah akibat Gerakan 30 September 1965.

Kata “dikabarkan” sebenarnya untuk menunjukkan mengenai polemik yang terjadi seputar Supersemar.

Baca juga: Wawancara Asvi Warman Adam, Soekarno Tidak Hanya Dilemahkan...

Banyak yang meragukan adanya pemberian mandat itu. Apalagi, hingga saat ini naskah asli Supersemar tidak pernah ditemukan.

Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam mengatakan, Supersemar merupakan salah satu bagian dari rangkaian peristiwa panjang untuk melemahkan kekuasaan Soekarno.

Setelah menerima Supersemar, Soeharto bertindak cepat. Sehari setelahnya, Soeharto membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Belasan menteri yang loyal terhadap Soekarno ditangkap beberapa hari kemudian. Perlahan, kekuasaan Soekarno surut.

Baca juga: Tiga Kontroversi di Balik Supersemar 11 Maret 1966

Ada tiga kontroversi yang muncul jika membicarakan Supersemar. Pertama, menyangkut keberadaan naskah otentik Supersemar.

Kedua, proses mendapatkan surat itu. Ketiga, interpretasi yang dilakukan oleh Soeharto.

Dalam diskusi bulanan Penulis Buku Kompas di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah Selatan, Kamis (10/3/2016), Asvi mengatakan, keberadaan naskah otentik Supersemar hingga kini belum diketahui.

Salinan Surat Perintah 11 Maret atau SupersemarKOMPAS Salinan Surat Perintah 11 Maret atau Supersemar

Kendati lembaga Arsip Nasional Republik Indonesia menyimpan tiga versi naskah Supersemar, ketiganya tidak otentik.

"Ada tiga arsip naskah Supersemar, dari Sekretariat Negara, Puspen TNI AD, dan dari seorang kiai di Jawa Timur," ujar Asvi.

Baca juga: Wawancara Asvi Warman Adam: Supersemar Mungkin Blunder Bung Karno

Kontroversi berikutnya, Supersemar diberikan bukan atas kemauan Soekarno, melainkan di bawah tekanan.

Menurut Asvi, sebelum 11 Maret 1966, Soekarno didatangi oleh dua pengusaha utusan Mayjen Alamsjah Ratu Prawiranegara.

Kedua pengusaha itu, Hasjim Ning dan Dasaad, datang untuk membujuk Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Soeharto.

Akan tetapi, Soekarno menolak, bahkan sempat marah dan melempar asbak.

"Dari situ terlihat ada usaha untuk membujuk dan menekan Soekarno telah dilakukan, kemudian diikuti dengan pengiriman tiga jenderal ke Istana Bogor," ungkap Asvi.

Baca juga: Berburu Naskah Asli Supersemar...

Setelah Supersemar dibuat oleh Soekarno, Soeharto menggunakannya dengan serta-merta untuk melakukan aksi beruntun sepanjang Maret 1966.

Soeharto membubarkan PKI, menangkap 15 menteri pendukung Soekarno, memulangkan anggota Tjakrabirawa, dan mengontrol media massa di bawah Puspen AD.

Sementara bagi Soekarno, surat itu adalah perintah pengendalian keamanan, termasuk keamanan dirinya selaku presiden dan keluarganya. Soekarno pun pernah menekankan, surat itu bukanlah transfer of authority.

Namun, Amir Machmud, jenderal yang membawa surat perintah dari Bogor ke Jakarta pada 11 Maret 1966, langsung berkesimpulan bahwa itu adalah pengalihan kekuasaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com