JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengingatkan petugas rumah tahanan (Rutan) dan lembaga pemasyarakatan (LP) tidak melakukan kekerasan atau penyiksaan kepada warga binaan.
Direktur Jenderal HAM Mualimin Abdi meminta petugas tidak membiarkan keributan terjadi di Rutan atau LP.
"Saya memerintahkan jangan sampai sebagai petugas bila terjadi perkelahian atau keributan lalu dibiarkan. Sebab, Anda bisa dituduh pihak yang ikut menyiksa," ucap Mualimin dikutip dari Antara, Selasa (9/3/2021).
Baca juga: Cai Changpan Kabur, 5 Petugas Lapas Dinonaktifkan
Mualimin tidak menampik hingga kini masih ditemukan kasus kekerasan yang terjadi, baik di rutan maupun LP.
Bahkan, ada petugas yang dengan sengaja membiarkan para tahanan atau narapidana saling baku hantam tanpa melerainya.
Saat dimintai keterangan, petugas tersebut berdalih langkah itu diambil sebagai pemberian sanksi atau hukuman tidak langsung kepada para narapidana yang melakukan keributan.
Mualimin mengakui cukup sering terjadi kekerasan dan penyiksaan yang dilakukan oleh aparatur negara. Padahal, sejatinya salah satu tugas mereka adalah melindungi warga negara binaan.
"Pada saat penyiksaan ini terjadi, sering kali masyarakat tidak berdaya. Ini kita sesalkan dan harus diberikan atensi khusus," ucap Mualimin.
Baca juga: KPK: Kekerasan Nurhadi terhadap Petugas Rutan karena Salah Paham
Kendati demikian, ia menyebut tren kekerasan dan penyiksaan yang dilakukan oleh aparatur negara terhadap warga sipil makin turun setiap tahunnya.
Menurut Mualimin, jika dibandingkan situasi saat ini, pengungkapan kasus dari orang yang diperiksa tidak semenakutkan dulu.
Sebagai contoh, untuk mendapatkan informasi atau keterbukaan dari tersangka, Mualimin menyebut, petugas melakukan segala cara, salah satunya menginjak bagian kaki tersangka dengan kaki meja.
Baca juga: Komnas HAM Sebut Penyiksaan oleh Polisi Kerap Terjadi Saat Penangkapan dan Pemeriksaan
Namun, cara-cara seperti itu saat ini cukup jarang dilakukan aparat penegak hukum.
"Tren tindakan seperti itu memang masih ada, tapi sudah semakin turun," kata Mualimin.
Mualimin menyebut, dalam RUU KUHP terdapat dua pasal yakni 535 dan 536 terkait tindak pidana paksaan dan tindak pidana penyiksaan yang dilakukan petugas atau pejabat sehingga mengakibatkan penderitaan fisik dengan ancaman pidanannya bisa hingga 10 tahun.
Oleh karena itu, Mualimin berharap, kemajuan teknologi dapat dimanfaatkan petugas guna mengungkap fakta, mendapatkan alat bukti dan sebagainya dari orang yang disangkakan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.