Setelah itu, mereka dipindahkan ke Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso. Tes PCR pun dilakukan. Hingga kemudian, hidup Sita dan ibunya berubah ketika mereka tahu sudah terkonfirmasi positif Covid-19.
Namun, mereka tidak diberi tahu oleh dokter atau pihak rumah sakit, melainkan dari rentetan pertanyaan teman, kerabat, hingga wartawan melalui aplikasi pesan dan media sosial, setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan adanya pasien perdana Covid-19 pada 2 Maret 2020.
Di tengah kesibukannya menyusun tesis program MBA-nya, Sita Tyasutami menyempatkan diri mengisahkan pengalamannya kepada Kompas.com saat dia mengalami gejala hingga akhirnya tahu mengidap Covid-19.
Sita juga berbagi optimismenya bahwa Indonesia bisa melalui pandemi ini dengan kebersamaan dan gotong royong, serta patuh terhadap protokol kesehatan.
Kondisi Sita dan ibunya, juga sang kakak yang menjadi Pasien 03 Ratri Anindya, juga memperlihatkan bahwa Covid-19 merupakan penyakit yang bisa disembuhkan.
Virus corona juga bukanlah monster mengerikan yang membuat orang tiba-tiba jatuh di tengah jalan layaknya tayangan video viral di media sosial.
Meskipun, kita semua perlu waspada mengingat sudah begitu banyak pasien meninggal setelah tubuhnya menjadi inang virus corona, terutama bagi yang mengidap komorbid atau penyakit peserta.
Berikut penuturannya:
Kasus Covid-19 sudah berjalan setahun sejak Presiden Jokowi mengumumkan kasus perdana. Kita kemudian tahu bahwa Pasien 01 adalah Sita. Sebagai Pasien 01, ada yang ingin disampaikan terlebih dulu untuk membangun optimisme melawan pandemi?
Kami sekeluarga turut prihatin dengan kasus yang semakin banyak tetapi aku percaya bahwa kita bisa melalui semua ini. Apalagi sekarang kan vaksin juga sudah sampai di Indonesia sejak Januari, kalau enggak salah.
Menurut aku hebat banget sih Pemerintah Indonesia bisa menyediakan vaksin sebanyak itu gratis untuk rakyatnya. Aku yakin vaksin itu sebagai salah satu cara kita bisa menghadapi pandemi.
Meskipun sangat disayangkan masih ada orang yang percaya ini konspirasi, enggak percaya dan enggak mau pakai masker, bikin masalah, memviralkan ini itu.
Aku yakin banyak juga orang yang taat protokol kesehatan. Dengan kebersamaan dan kembali ke gotong royong kita, aku yakin kita bisa melalui ini semua.
Saat kasus perdana muncul, kita bisa dibilang masih buta soal Covid-19, termasuk soal gejala. Apa yang sebenarnya Sita rasakan saat itu, gejalanya seperti apa?
Aku ingat, 16 Februari itu kan hari Minggu. Itu aku sudah mulai tenggorokan sakit, tapi gatal, pokoknya badan sudah minta Istirahat. Tanggal 17, Senin, itu tuh aku tidur sudah gelisah banget dan langsung panas tinggi, dan batuk kering nonstop
Bangun bangun aku vertigo, joint pain, ngilu seluruh badan kayak remuk. Badanku jadi benar-benar kayak langsung drop, dalam semalam bahkan.
Aku ingat banget saat itu bukan kehilangan penciuman tapi justru terlalu tajam. Aku delivery makanan kuah, soto ayam, apa pun, begitu aku buka makanannya, cium baunya tuh langsung muntah, karena enggak tahan baunya tajam.
Terus aku mulai diare juga dan muntah, keringat dingin yang luar biasa. Sehari bisa ganti baju 3-4 kali. Keringat dingin dan basah banget.
Rabu tanggal 19, aku ke klinik dekat kost waktu itu di Kemang. Dibilangnya flu, jadi dikasih antibiotik. Antibiotik habis di hari Jumat, kok masih saja, jadi aku tes darah di rumah sakit di Depok, karena pas aku pulang ke rumah di Depok.