Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penolak RUU PKS Dinilai Gagal Pahami Naskah secara Substansial

Kompas.com - 09/03/2021, 18:27 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Kaukus Perempuan Parlemen (KPP) Luluk Nur Hamidah menilai beberapa pihak gagal memahami naskah Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) secara substansial.

Hal ini yang dinilai masih adanya penolakan terhadap RUU PKS oleh beberapa pihak.

"Substansi keseluruhan RUU PKS yang menyediakan kerangka dan pencegahan kekerasan seksual serta memberi ruang kepada negara untuk memberikan perlindungan tidak dipandang," kata Luluk dalam webinar yang diselenggarakan Badan Keahlian DPR, Selasa (9/3/2021).

Luluk melanjutkan, penolakan-penolakan itu harus dipandang sebagai autokritik bagi pihak-pihak pengusung RUU PKS.

Baca juga: Para Korban Disebut Sudah Menunggu RUU PKS untuk Disahkan, Ini Alasannya

Menurutnya, dengan adanya penolakan, pihak pengusung seharusnya membuat definisi sejumlah hal yang terdapat dalam naskah RUU PKS agar tidak menimbulkan perbedaan pemahaman.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini kemudian menjabarkan salah satu contoh bagian yang dipahami berbeda oleh sebagian pihak terkait RUU PKS.

"Misalnya kemungkinan kriminalisasi terhadap pihak-pihak yang melakukan kritik moral atas perilaku seksual yang menyimpang serta kriminalisasi terhadap pemaksaan aborsi yang kemudian ditafsirkan pembolehan aborsi bila tanpa paksaan," ujarnya.

Luluk menilai, hal-hal tersebut perlu segera diluruskan. Bahkan, ia menyarankan agar pembahasan RUU PKS menghadirkan ahli bahasa, bukan hanya ahli hukum.

Sebab, menurutnya antara maksud yang tertulis dalam naskah dan pemahaman yang ada bisa saja berbeda.

Lebih lanjut, Luluk mengungkapkan UU PKS benar-benar diperlukan sebagai bagian dari komitmen negara untuk melindungi warga negaranya.

Sebab, menurutnya kekerasan seksual bisa menimpa siapa saja, bukan hanya perempuan, tetapi juga laki-laki.

"Belum ada rancangan undang-undang yang sekomprehensif RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang mengatur mulai dari pencegahan hingga penanganan hak-hak korban," nilai dia.

Diberitakan, RUU PKS dinyatakan masih masuk dalam 33 RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.

Baca juga: RUU PKS Diharapkan Dapat Perkuat Pemberian Efek Jera kepada Pelaku Kejahatan Seksual

Hal itu diketahui setelah Badan Legislasi ( Baleg) DPR menetapkannya dalam rapat kerja dengan Menteri Hukum dan HAM dan DPD RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (9/3/2021).

"Saya ingin tanyakan apakah daftar Prolegnas tahun 2021 dan perubahan RUU Prolegnas 2020-2024 bisa kita setujui?" tanya Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas yang memimpin rapat.

Sebelumnya, RUU PKS pertama kali diumumkan Baleg masuk dalam daftar 33 RUU tersebut pada 14 Januari 2021.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Nasional
Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Nasional
Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Nasional
Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Nasional
Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Nasional
Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Nasional
Selain 2 Oknum Lion Air,  Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Selain 2 Oknum Lion Air, Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Nasional
Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Nasional
Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com