JAKARTA,KOMPAS.com – Jumlah kasus positif Covid-19 masih bertambah. Serangkaian upaya untuk mengatasi pandemi terus dilakukan pemerintah.
Selain melakukan vaksinasi, pemerintah kembali memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro hingga 22 Maret 2021.
Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Senin (8/3/2021), terjadi penambahan 6.894 kasus positif dalam 24 jam terakhir.
Baca juga: UPDATE: Tambah 6.894, Kasus Covid-19 Indonesia Capai 1.386.556 Orang
Angka ini menyebabkan jumlah total kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 1.386.556 orang, terhitung sejak penularan pertama diumumkan pada 2 Maret 2020.
Penambahan jumlah kasus positif, juga diikuti oleh penambahan jumlah pasien sembuh dari Covid-19. Pemerintah mengumumkan bahwa sebanyak 8.725 pasien dinyatakan sembuh.
Maka secara keseluruhan terdapat 1.203.381 pasien yang sudah dinyatakan sembuh dari infeksi virus corona.
Baca juga: UPDATE 8 Maret: 6.894 Kasus Baru Covid-19 Tersebar di 32 Provinsi, DKI Jakarta Tertinggi
Namun kabar duka masih menyelimuti. Tercatat kasus kematian akibat Covid-19 bertambah 281 orang. Sehingga sampai saat ini terdapat 37.547 orang meninggal akibat Covid-19 di Tanah Air.
Berdasarkan data tersebut, kasus aktif Covid-19 mencapai 146.628 orang.
Hasil tersebut didapatkan pemerintah setelah melakukan pemeriksaan pada 50.261 spesimen dalam satu hari. Spesimen tersebut diambil dari 37.837 orang.
Secara keseluruhan pemerintah sudah memeriksa 11.198.378 spesimen dari 7.461.213 orang.
Pemeriksaan spesimen belum sesuai harapan
Menurut Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan Covid-19 Dewi Nur Aisyah terjadi penurunan jumlah pemeriksaan spesimen pada awal Maret 2021.
Menurutnya angka pemeriksaan spesimen harian hanya sebesar 52.000 Spesimen.
“Kita lihat ada angka penurunan pemeriksaan pada Maret. Dengan rata-rata pemeriksaan harian spesimen sekitar 52.000 kasus,” ujar Dewi, pada rapat koordinasi penanganan Covid seluruh Indonesia yang disiarkan melalui kanal YouTube BNPB, Senin (8/3/2021).
Baca juga: Angka Pemeriksaan Spesimen Turun, meski Sudah Sertakan Hasil Swab Antigen
Angka ini menunjukan bahwa pemeriksaan spesimen di Indonesia pada bulan Maret baru mencapai sekitar 85 persen dari standar pemeriksaan dari WHO.
Adapun WHO menargetkan jumlah pemeriksaan sebesar 1:1000 penduduk setiap minggu.
Jika jumlah penduduk Indonesia 260 juta jiwa, maka seharusnya jumlah tes Covid-19 harus mencapai angka 267.700 setiap pekan.
Penurunan angka pemeriksaan spesimen tetap terjadi meski sudah menggabungkan data dari pemeriksaan swab antigen yang dilakukan pemerintah.
Terkait penurunan jumlah pemeriksaan spesimen, Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo meminta pemerintah daerah mengevaluasi pelaksanaan 3T (tracing, testing, treatment).
Baca juga: Testing Covid-19 Turun, Ketua Satgas Minta Pemda Evaluasi Pelaksanaan 3T
Doni berharap proses evaluasi tersebut dapat disampaikan pada pemerintah pusat, sehingga Satgas dapat mengerti segala permasalahan yang terjadi di wilayah masing-masing yang mebuat proses 3T tidak berjalan dengan baik.
“Tolong dilaporkan kepada pimpinan masing-masing ya, apa persoalan yang semula pemeriksaan harian itu mencapai rata-rata di atas 50 spesimen per hari,” sebut Doni
“Mungkin mesin PCR-nya mengalami hambatan dan sebagainya, atau petugasnya juga sudah semakin berkurang, ini juga kita minta masukan para kepala bidang tolong nanti evaluasi kalau diketahui,” sambungnya.
Rasa Aman Palsu Pada Masyarakat
Penurunan jumlah pemeriksaan spesimen dinilai dapat menyebabkan efek buruk pada pola pikir dan bertindak masyarakat dalam menghadapi pandemi.
Ketua Tim Pedoman dan Protokol Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Eka Ginanjar khawatir, penurunan jumlah pemeriksaan spesimen dan angka kasus positif harian yang seolah menurun, akan menimbulkan rasa aman palsu di masyarakat.
Padahal, penurunan jumlah pemeriksaan spesimen menunjukkan penerapan 3T oleh pemerintah tidak berjalan efektif.
“Kemampuan 3T kita harusnya di jumlah yang direkomendasikan. Kalau kurang maka akan menimbulkan hasil yang tidak akurat, yang ditakutkan menimbulkan perasaan aman palsu dan lengahnya penerapan protokol kesehatan,” ungkap Eka saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin.
Baca juga: Pemeriksaan Spesimen Rendah, IDI Ingatkan Pemerintah Bahaya Rasa Aman Palsu
Eka menuturkan, jika masyarakat lengah untuk menerapkan protokol kesehatan, maka akan mengakibatkan gelombang pandemi yang lebih berbahaya.
Selain itu, sektor perekonomian juga akan terganggu.
"Bahkan bisa lebih meningkat baik angka kumulatif maupun angka kasus aktif (Covid-19),” kata dia.
Eka meminta pemerintah kembali menggencarkan pelaksanaan 3T agar masyarakat tidak abai dalam menjalankan protokol kesehatan.
“Maka 3T merupakan tanggung jawab pemerintah untuk menjamin agar terlaksana dengan baik,” pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.