Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Sikap Resmi Pemerintah atas Dualisme Partai Demokrat…

Kompas.com - 08/03/2021, 13:42 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Partai Demokrat yang dibesut Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kini tengah mengalami dualisme, akibat terselenggaranya Kongres Luar Biasa (KLB) oleh kubu yang kontra dengan kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) selaku ketua umum.

KLB yang diselenggarakan di Deli Serdang, Sumatera Utara, pada Jumat (5/3/2021) itu menetapkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat.

Berlangsungnya KLB Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara, memancing reaksi negatif. Menariknya, reaksi negatif itu tak hanya datang dari internal Demokrat, tetapi juga dari berbagai pihak, termasuk partai politik lain seperti Partai Nasdem.

Baca juga: Kubu Kontra-AHY Tetapkan Jhoni Allen sebagai Sekjen Demokrat

Ketua Umum Nasdem Surya Paloh bahkan langsung menyampaikan keprihatinannya atas dualisme yang terjadi di Partai Demokrat.

Surya Paloh berharap seluruh pihak yang terkait dengan dualisme di Partai Demokrat dapat menyelesaikan persoalan tersebut sesuai dengan norma dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ia pun meminta semua pihak baik yang berada di internal maupul di luar Partai Demokrat menghormati kedaulatan partai besutan SBY tersebut.

"Bagaimana pun, Demokrat adalah partai yang telah menjadi bagian dari kehidupan demokrasi kita. Demokrat memiliki kedaulatannya yang oleh karena itu, jangan sampai, masalah atau kemelut yang terjadi tidak mengindahkan norma dan kewibawaan partai," kata Surya Paloh dalam keterangan tertulisnya.

Dualisme Partai Demokrat juga memancing kritik dari berbagai pihak lantaran perebutan tampuk kekuasaan dilakukan oleh Moeldoko selaku pejabat yang berada di lingkaran Istana Kepresidenan.

Baca juga: Jika Manuver Tanpa Izin Jokowi, Moeldoko Dinilai Din Syamsuddin Layak Dipecat

Predikat Moeldoko sebagai Kepala Staf Kepresidenan secara tak langsung membuat publik berspekulasi adanya keterlibatan pemerintah dalam upaya melengserkan klan SBY dari kuris Ketua Umum Demokrat.

Ditambah pula, Moeldoko bukanlah kader yang sejak lama turut berkeringat membesarkan Demokrat. Nama Moeldoko diorbitkan secara tiba-tiba oleh para kader Demokrat yang bersebrangan dengan AHY selang sebulan sebelum KLB diselenggarakan.

Karenanya, meskipun Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD membantah pemerintah terlibat dalam upaya pergantian pucuk pimpinan di Partai Demokrat, publik tetap berspekulasi Moeldoko sebagai representasi dari pihak penguasa.

Karena itu, peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, Presiden Joko Widodo harus bicara soal kisruh Partai Demokrat yang melibatkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

Siti Zuhro menuturkan, keterlibatan Moeldoko dalam kisruh Partai Demokrat tidak bisa dilepaskan dari profil sebagai salah satu orang di lingkaran terdekat Jokowi.

Baca juga: Serahkan Berkas, AHY Yakin Kemenkumham Masih Punya Integritas

Menurut Siti Zuhro, manuver Moeldoko itu itu akan mempertaruhkan kepercayaan publik terhadap pemerintah, pihak Istana, maupun Jokowi sendiri.

Ia menegaskan, keterlibatan pejabat aktif pemerintahan dalam konflik yang tengah mendera sebuah partai merupakan tindakan yang tidak etis. Oleh sebab itu, Siti Zuhro menilai, dalam isu ini, Jokowi harus angkat bicara dan tidak bisa diam begitu saja.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com