JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksanaan kongres luar biasa (KLB) oleh kubu yang kontra-dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dinilai sebagai penanda kemunduran demokrasi.
Dalam KLB tersebut, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko ditetapkan sebagai ketua umum. KLB digelar ketika Demokrat sudah memiliki kepengurusan yang sah.
Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi Lembaga Penelitian, Pendidikan, Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Wijayanto mengatakan, peristiwa serupa pernah terjadi pada sejumlah partai.
Baca juga: LP3ES: Ada Upaya Manipulasi Opini Publik Saat KLB Kubu Kontra-AHY
"Bahwa inilah satu penanda kemunduran demokrasi yang sangat serius lainnya. Karena ini bukan yang pertama. Kita ingat PPP sudah pernah mengalaminya, Golkar juga sudah mengalami itu pada masa Jokowi dan sekarang Demokrat berikutnya," ujar Wijayanto dalam webinar bertajuk Oligarki dan Koalisi Partai Mayoritas Tunggal, Minggu (7/3/2021).
Wijayanto menyebut, KLB juga merefleksikan musnahnya etika politik di antara elite yang menggunakan praktik-praktik Machiavellian untuk meraih kekuasaan.
Mengingat, pelaksanaan KLB kubu kontra-AHY juga dibarengi dengan upaya manipulasi opini publik di media sosial.
Praktik manipulasi opini ini secara tidak langsung membuat KLB seolah-olah mendapat dukungan dan kepercayaan publik.
Baca juga: Manuver Moeldoko: Anomali Politik dan Masalah Etika Berdemokrasi
Di samping itu, Wijayanto menuturkan, mudahnya intervensi kekuasaan juga menandakan lemahnya partai politik.
Partai politik dinilai lemah karena miskin ideologi dan berjarak dari warga karena tenggelam dalam pragmatisme politik.
Dalam posisi ini, partai dianggap masih tergantung pada satu figur sentral, sarat dengan oligarki dan politik dinasti.
Sehingga masyarakat tidak melihat partai sebagai institusi yang memperjuangkan aspirasi.
"Pada akhirnya kalau ngomong KLB hari ini siapa yang akan menang, itu soal kuat-kuatan opini publik," imbuh dia.
Baca juga: Kudeta di Demokrat: Penunjukan Moeldoko hingga Rasa Bersalah SBY
Sebelumnya, AHY menyatakan KLB yang digelar di Deli Serdang itu tidak memenuhi syarat sebagaimana tercantum pada AD/ART Partai Demokrat.
Berdasarkan AD/ART, KLB baru dapat diselenggarakan apabila disetujui, didukung, dan dihadiri oleh dua pertiga dari jumlah Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan setengah dari jumlah Dewan Pimpinan Cabang (DPC).
Tak hanya itu, penyelenggaraan KLB juga mesti disetujui oleh Ketua Majelis Tinggi Partai yang kini diemban oleh Susilo Bambang Yudhoyono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.