Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrat Anggap Moeldoko Lakukan "Abuse of Power"

Kompas.com - 06/03/2021, 21:12 WIB
Ardito Ramadhan,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Partai Demokrat menilai, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko telah menyalahgunakan kekuasaan dengan terlibat dalam kongres luar biasa (KLB) yang digelar kubu kontra-Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Dalam KLB yang digelar di Deli Serdang itu, Moeldoko dipilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat periode 2021-2025 dan menerima keputusan tersebut.

"Tindakan penyelenggaraan KLB dagelan ini merupakan perbuatan melawan hukum. Bahkan, KSP Moeldoko bisa dikatakan melakukan abuse of power, mengingat posisinya yang sangat dekat dengan kekuasaan," kata Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Herzaky Mahendra Putra, Sabtu (6/3/2021).

Baca juga: Partai Demokrat Kubu Moeldoko Dinilai Berpeluang Dapatkan SK Kemenkumham

Herzaky mengatakan, terpilihnya Moeldoko dalam KLB tersebut menunjukkan bahwa KLB itu bukan sekadar persoalan internal Demokrat.

Selain itu, Herzaky menyebut penyelenggaraan KLB tidak memenuhi syarat yang tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat.

Oleh sebab itu, ia mengatakan, pemerintah semestinya melindungi dan mengayomi Partai Demokrat yang sah dan melawan tindakan Moeldoko tersebut.

Terlebih, kata Herzaky, AD/ART Partai Demokrat dan Kepengurusan Partai Demokrat 2020-2025 yang dipimpin AHY telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.

"Jadi, sangat tidak adil jika pemerintah masih menerima hasil KLB abal-abal yang menetapkan Moeldoko, apalagi hanya menganggap ini isu internal," ujar Herzaky.

Baca juga: Demokrat Khawatir Manuver Moeldoko Dibiarkan oleh Jokowi

Adapun hal ini disampaikan Herzaky menanggapi pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD yang menyebut konflik Partai Demokrat baru menjadi persoalan hukum ketika kelompok KLB mendaftarkan kepengurusan baru Demokrat hasil KLB ke Kementerian Hukum dan HAM.

"Kasus KLB PD baru akan jadi masalah hukum jika hasil KLB itu didaftarkan ke Kemenkumham. Saat itu Pemerintah akan meneliti keabsahannya berdasar UU dan AD/ART parpol," kata Mahfud dalam akun Twitter resminya, Sabtu (6/3/2021).

Mahfud mengatakan, pemerintah sejak masa kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri hingga Joko Widodo tidak pernah melarang adanya KLB atau musyawarah nasional luar biasa (Munaslub).

Baca juga: Soal KLB Partai Demokrat, Andi Mallarangeng Yakin Yasonna Tolak Kepengurusan Moeldoko

Sebab, kata dia, pemerintah menghormati independensi internal partai politik.

"Risikonya, pemerintah dituding cuci tangan, tetapi kalau melarang atau mendorong bisa dituding intervensi, memecah belah, dan sebagainya," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Menlu Retno Beri Penjelasan soal Tekanan agar Indonesia Normalisasi Hubungan dengan Israel

Menlu Retno Beri Penjelasan soal Tekanan agar Indonesia Normalisasi Hubungan dengan Israel

Nasional
'One Way', 'Contraflow', dan Ganjil Genap di Tol Trans Jawa Sudah Ditiadakan

"One Way", "Contraflow", dan Ganjil Genap di Tol Trans Jawa Sudah Ditiadakan

Nasional
Kakorlantas Minta Maaf jika Ada Antrean dan Keterlambatan Selama Arus Mudik dan Balik Lebaran 2024

Kakorlantas Minta Maaf jika Ada Antrean dan Keterlambatan Selama Arus Mudik dan Balik Lebaran 2024

Nasional
KPK Sebut Tak Wajar Lonjakan Nilai LHKPN Bupati Manggarai Jadi Rp 29 Miliar dalam Setahun

KPK Sebut Tak Wajar Lonjakan Nilai LHKPN Bupati Manggarai Jadi Rp 29 Miliar dalam Setahun

Nasional
Serahkan Kesimpulan ke MK, KPU Bawa Bukti Tambahan Formulir Kejadian Khusus Se-Indonesia

Serahkan Kesimpulan ke MK, KPU Bawa Bukti Tambahan Formulir Kejadian Khusus Se-Indonesia

Nasional
Tim Hukum Anies-Muhaimin Serahkan 35 Bukti Tambahan ke MK

Tim Hukum Anies-Muhaimin Serahkan 35 Bukti Tambahan ke MK

Nasional
PPP Siap Gabung, Demokrat Serahkan Keputusan ke Prabowo

PPP Siap Gabung, Demokrat Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
PDI-P Jaring Nama Potensial untuk Pilkada DKI 2024, yang Berminat Boleh Daftar

PDI-P Jaring Nama Potensial untuk Pilkada DKI 2024, yang Berminat Boleh Daftar

Nasional
Hasto Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Bukan untuk Intervensi MK

Hasto Sebut "Amicus Curiae" Megawati Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Iran Serang Israel, Jokowi Minta Menlu Retno Upayakan Diplomasi Tekan Eskalasi Konflik Timur Tengah

Iran Serang Israel, Jokowi Minta Menlu Retno Upayakan Diplomasi Tekan Eskalasi Konflik Timur Tengah

Nasional
Nilai Tukar Rupiah Terus Melemah, Gubernur BI Pastikan Akan Ada Intervensi

Nilai Tukar Rupiah Terus Melemah, Gubernur BI Pastikan Akan Ada Intervensi

Nasional
PDI-P Dukung PPP Lakukan Komunikasi Politik supaya 'Survive'

PDI-P Dukung PPP Lakukan Komunikasi Politik supaya "Survive"

Nasional
PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PAN: Jangan Cuma Bicara, tapi Akui Kemenangan 02

PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PAN: Jangan Cuma Bicara, tapi Akui Kemenangan 02

Nasional
Kesimpulan Tim Ganjar-Mahfud: Jokowi Lakukan Nepotisme dalam 3 Skema

Kesimpulan Tim Ganjar-Mahfud: Jokowi Lakukan Nepotisme dalam 3 Skema

Nasional
Diduga Terima Gratifikasi Rp 10 M, Eko Darmanto Segera Disidang

Diduga Terima Gratifikasi Rp 10 M, Eko Darmanto Segera Disidang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com