Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICJR: Kita Mengkhianati Akal Sehat jika UU ITE Tak Direvisi

Kompas.com - 04/03/2021, 21:17 WIB
Tatang Guritno,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menekankan pentingnya revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Sebab, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy menyebut sejumlah pasal dalam UU ITE multitafsir dan tidak memenuhi syarat legalitas.

Hal senada diungkapkan Erasmus. Ia mengatakan permasalahan dalam UU ITE bukan soal penafsiran, melainkan legalitas.

"Jadi Pak Wamenkumham sudah bilang begitu (tidak sesuai legalitas) maka kita mengkhianati akal sehat jika mengatakan tidak perlu direvisi," ujar Erasmus saat dihubungi Kompas.com, Kamis (4/3/2021).

Baca juga: Wamenkumham Sebut Ada 3 Pasal Multitafsir di UU ITE

Menurut Erasmus, UU ITE bermasalah pada asas legalitasnya. Maka yang seharusnya dilakukan pemerintah bukan membuat pedoman implementasi.

Ia menjelaskan, konteks asas legalitas terletak pada proses pembuatan peraturan perundang-undangan, bukan implementasi aturan.

"Misalnya, pasal tentang penggelapan dan penipuan itu sering salah diimplementasikan oleh kepolisian. Nah apakah pasalnya karet? Tidak, sesuai legalitas," kata Erasmus.

"Tapi Pasal di UU ITE ini tidak memenuhi asas legalitas. Harus direvisi," tutur dia.

Baca juga: Pemerintah Tak Akan Revisi Pasal UU ITE yang Dianggap Multitafsir

Sebelumnya, Eddy menilai Pasal 27, 28 dan 29 UU ITE multitafsir. Hal itu ia ungkapkan dalam diskusi bertajuk Penghinaan/Pencemaran Nama Baik Menurut KUHP, UU ITE, dan RUU KUHP, di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (4/3/2021).

Eddy menjelaskan empat syarat suatu norma memenuhi syarat legalitas. Pertama, tidak ada pidana tanpa undang-undang sebelumnya.

Kedua tidak ada pidana tanpa undang-undang tertulis. Ketiga tidak ada pidana tanpa aturan undang-undang yang jelas, dan keempat, tidak ada pidana tanpa undang-undang yang ketat.

Adapun Pasal 27, 28, dan 29 UU ITE tidak memenuhi syarat ketiga dan keempat.

"Sehingga benar yang dikatakan presiden, itu (Pasal 27, 28 dan 29) multitafsir," tegas Eddy.

Pasal multitafsir

Pasal 27 ayat (1) melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

Frasa "melanggar kesusilaan" dinilai memiliki konteks dan batasan yang tidak jelas.

Terkait Pasal 28 ayat (2), ICJR menilai pasal ini tidak dirumuskan sesuai dengan tujuan awal perumusan tindak pidana tentang propaganda kebencian.

Pasal itu memuat larangan bagi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Sedangkan Pasal 29 mengatur tentang ancaman kekerasan.

Baca juga: ICJR: Revisi UU ITE Harus Menghilangkan Pasal Karet Bukan Membuat Pedoman Interpretasi

Adapun saat ini pemerintah telah membentuk tim kajian UU ITE di bawah koordinasi Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam).

Pemerintah membentuk dua tim sekaligus. Satu tim bertugas untuk membahas pedoman penerapan UU ITE sehingga tidak menjadi undang-undang dengan pasal karet yang bisa mengkriminalisasi masyarakat yang mengkritik.

Satu tim lagi bertugas untuk menyiapkan rencana revisi beberapa pasal yang dianggap multitafsir di UU ITE.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com