JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menyatakan jumlah kasus Covid-19 di tanah air hingga Rabu (4/3/2021) mencapai 1.353.834 kasus.
Angka itu didapatkan setelah ada penambahan 6.808 kasus positif Covid-19 dalam 24 jam.
Menurut catatan pemerintah, sebaran penambahan kasus positif Covid-19 itu terjadi paling tinggi di Jawa Barat dengan 1.894 kasus baru.
Disusul DKI Jakarta dengan 1.437 kasus, Jawa Tengah dengan 548 kasus, Jawa Timur dengan 430 kasus, dan Kalimantan Timur dengan 349 kasus.
Sementara itu, dilaporkan penambahan 9.053 kasus sembuh, sehingga pasien Covid-19 sembuh jumlahnya menjadi 1.169.916 orang.
Kemudian, ada 203 kasus kematian, sehingga pasien Covid-19 meninggal dunia menjadi 36.721 orang.
Dari data tersebut, total kasus aktif Covid-19 di Indonesia mencapai 147.197 kasus. Angka itu setara dengan 10,9 persen dari total kasus konfirmasi positif.
Hingga kemarin, pemerintah telah memeriksa 10.946.722 spesimen Covid-19 dari 7.290.849 orang.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, pemerintah pusat dan daerah harus satu komando dalam penanganan pandemi. Dengan begitu, Indonesia bisa mengatasi pandemi hingga tuntas.
"Untuk itu kita harus tahu, kalau kita mau rapi (dalam penanganan Covid-19) ya kita harus satu komando. Kita harus bisa terima perintah dan koordinasi dalam satu kesatuan komando yang dilakukan," kata Wiku dalam diskusi daring Rabu (3/3/2021).
Wiku mengatakan, semua pihak semestinya bersatu melawan Covid-19, jangan sampai ego sektoral dan daerah justru membuat lupa siapa musuh sebenarnya.
Baca juga: Satgas Covid-19: Pusat dan Pemda Harus Satu Komando Tangani Pandemi
Ia bahkan mengatakan, pemerintahan yang tidak biasa kerja selaras membuat kerusakan lebih berat daripada pandemi itu sendiri.
Karena itu, dia berharap, pemerintah pusat dan daerah bisa bekerja sama untuk bisa menyelesaikan pandemi Covid-19.
"Padahal sebenarnya musuh yang utama itu adalah virusnya. Karena kita enggak biasa bekerja sinkron akhirnya destruksi oleh virus itu menjadi luar biasa dampaknya di kita," ujar Wiku.
Sementara itu, terkait ditemukannya kasus Covid-19 dengan mutasi B.1.17, Wiku mengatakan satgas telah melakukan isolasi terhadap dua pasien tersebut.
Menurut Wiku, sebenarnya pemerintah sudah membuat sistem pertahanan berlapis untuk mencegah masuknya varian baru virus SARS-CoV-2 tersebut. Namun, jika akhirnya sistem tersebut berhasil ditembus, pemerintah sudah melakukan pencegahan dengan menerapkan isolasi pada masyarakat yang tertular itu.
"Pada intinya Indonesia telah membuat sistem barrier berlapis-lapis, dan jika memang ada kasus varian baru tersebut maka petugas di lapangan segera mengisolasi," katanya.
Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman mengatakan, varian B.1.1.7 akan lebih cepat menular pada keramaian. Menurut dia, penularan varian baru virus Covid-19 ini mencapai 40 persen hingga 70 persen.
Baca juga: Satgas Covid-19 Terapkan Isolasi Berlapis untuk Antisipasi Mutasi Virus Corona
"Ada potensi pada event super spreader atau keramaian akan sangat efektif (menular) itu. Karena 40 sampai 70 persen cepat menular," jelas Dicky.
Karena memiliki tingkat penularan lebih tinggi, Dicky khawatir virus ini dapat meningkatkan tingkat kematian, terutama pada lansia atau orang dengan komorbid.
Namun, menurut Dicky, masyarakat tidak perlu panik. Ia mengatakan, yang penting masyarakat meningkatkan ewaspadaan pada protokol kesehatan.
"Tidak perlu panik, hanya harus sangat waspada, bukan berarti panik. Waspada itu artinya harus memperkuat responsnya, 3T dan 5M dan diperkuat vaksinasinya," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.