JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo bercerita tentang sejumlah kabupaten/kota di Jawa Tengah yang tidak bisa menggaji para pegawainya akibat keterlambatan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang terlambat dicairkan.
Hal tersebut bisa terjadi, kata Ganjar, karena saat APBD Jawa Tengah diajukan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk dievaluasi, pihak Kemendagri tidak siap dengan sistem yang digunakan Jawa Tengah dalam menyusun APBD-nya.
Dalam acara diskusi bertema Urgensi Transformasi digital Pemerintahan untuk Merespons Pandemi dan Pembangunan Nasional, Rabu (3/3/2021), Ganjar semula mengungkapkan tantangan transformasi digital.
Baca juga: Ganjar Klaim Tak Ada Lagi Kota dan Kabupaten di Jawa Tengah Berstatus Zona Merah Covid-19
Tantangan tersebut antara lain adanya anggaran terbatas serta ego sektoral.
"Pengalaman ini kami dapatkan ketika kami ingin mendigitalisasi sistem informasi tentang anggaran yang dimiliki. Itu ternyata indahnya luar biasa," kata Ganjar memulai ceritanya.
"Ini kemarin jadi persoalan ketika Kemendagri harus mengevaluasi APBD, Jawa Tengah yang pertama masuk. 15 hari lebih tidak dievaluasi, ternyata kami diminta untuk kembali pada sistem lama," tuturnya.
Saat itu, kata Ganjar, dirinya langsung menolak dan menyatakan bahwa pihaknya tidak mungkin kembali ke sistem lama.
Oleh karena itu, ia pun meminta pihak Kemendagri untuk mengevaluasinya saja sehingga apabila ada yang keliru, pihaknya bisa memperbaikinya.
Baca juga: Di Hadapan Menteri PPN/Bappenas, Ganjar Usulkan 2 Program Prioritas
Akibat kejadian tersebut, kata dia, ada beberapa kabupaten/kota di Jawa Tengah yang para pegawainya tidak bisa gajian.
"Akhirnya kemarin ada beberapa kabupaten/kota tidak bisa gajian gara-gara sistemnya tidak mau berubah. Kami sudah agak maju, tapi ternyata keinginannya kami kembali ke tempat (cara) lama," kata dia.
Padahal, kata Ganjar, yang dibutuhkan sebetulnya hanya sinkronisasi data saja.
Sistem-sitem yang ada di kabupaten/kota/provinsi, kata dia, bisa diintegrasikan untuk mempermudah.
Baca juga: Anies: Jakarta dari Awal Tak Tutup-tutupi Data Covid-19
Ganjar menegaskan, integrasi data yang dimaksudnya bukan satu aplikasi, melainkan satu data.
"Waktu itu kami menyampaikan keluh kesah kami kepada Mendagri ketika kami harus menyampaikan APBD karena harus cepat dilakukan, saat itu kami diminta hanya satu aplikasi saja," ucap Ganjar.
"Saya bilang enggak usah, aplikasi yang sudah ada diintergasikan saja biar tidak terlalu banyak mengubah tapi ternyata ini juga tidak mudah untuk bisa diterima," tutur dia
Baca juga: Menteri PPN: Transformasi Digital Menghemat Biaya Operasi dan Pemeliharaan
Saat Dirjen dari Kemendagri datang ke Jawa Tengah dan menyinggung masalah tersebut, kata dia, yang bersangkutan menyampaikan permintaan maaf bahwa Kemendagri belum siap dengan digitalisasi tersebut.
Dirjen juga mengatakan bahwa saat itu Jawa Tengah menjadi provinsi paling cepat se-Indonesia yang menyerahkan APBD-nya untuk dievaluasi, tetapi Kemendagri belum siap dengan sistem yang digunakan Jawa Tengah.
"Maka saya terima (alasan Kemendagri), tapi tahu kah di beberapa kabupaten/kota akhirnya tidak bisa gajian karena itu," ujar Ganjar.
Selain itu, Ganjar pun menyoroti aturan evaluasi APBD yang masih mensyaratkan agar draf APBD yang dikirimkan ke Kemendagri berupa dokumen yang dicetak.
Baca juga: Jokowi: Kita Tak Boleh Jadi Korban Praktik Ketidakadilan Raksasa Digital Dunia
Menurut dia, pada masa transformasi digital saat ini, aturan untuk mengirimkan draf APBD berupa bundelan cetak seharusnya tidak diberlakukan lagi.
"Maka sebenarnya kita harus ganti dong, ayo dengan dokumen yang digital sehingga jauh lebih cepat," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.