Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setahun Covid-19: Vaksinasi Mandiri Jadi Upaya Akhiri Pandemi dan Polemiknya

Kompas.com - 03/03/2021, 14:11 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa hari menjelang satu tahun pandemi Covid-19 berlangsung di Indonesia, Pemerintah melalui Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin resmi menerbitkan aturan terkait vaksinasi Covid-19 jalur mandiri.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan atau Permenkes Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19, yang ditetapkan Rabu (24/2/2021).

Dalam permenkes tersebut, vaksinasi mandiri disebut sebagai Vaksinasi Gotong Royong.

"Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan melalui Vaksinasi Program atau Vaksinasi Gotong Royong," demikian bunyi pasal 3 Ayat 3 Permenkes.

Baca juga: Ini Beda Vaksinasi Gotong Royong dengan Vaksinasi Program Pemerintah

Aturan ini terbit setelah program vaksinasi pemerintah telah berjalan dalam dua tahap. Tahap pertama yakni vaksinasi untuk tenaga kesehatan yang dimulai pada 17 Januari 2021.

Tahap kedua yakni vaksinasi untuk pedagang pasar, pendidik (guru, dosen, tenaga pendidik), tokoh agama, wakil rakyat, pejabat pemerintah, dan Aparatur Sipil Negara (ASN), Keamanan (TNI-Polri), pariwisata (petugas hotel dan petugas restoran), pelayanan publik (Damkar, BPBD, BUMN, BPJS, Kepala/perangkat Desa), pekerja transportasi publik, atlet dan wartawan yang dimulai pada 17 Februari 2021.

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menuturkan, Vaksinasi Gotong Royong berbeda dengan vaksinasi program pemerintah.

Salah satu perbedaannya adalah pada vaksin yang digunakan. Nantinya, vaksin Sinovac, AstraZeneca, Novavax, dan Pfizer tidak digunakan dalam vaksinasi Gotong Royong.

"Jenis vaksin Gotong Royong tidak akan menggunakan vaksin Sinovac, vaksin AstraZeneca, vaksin Novavax dan Pfizer," ujar Nadia, Jumat (26/2/2021).

Baca juga: Vaksinasi Gotong Royong Tak Pakai Sinovac, AstraZeneca, Novavax, dan Pfizer

Dia melanjutkan, vaksinasi gotong-royong ditujukan kepada karyawan/karyawati/buruh dan keluarga yang pendanaannya ditanggung perusahan. Seluruh penerima vaksin gotong-royong tidak akan dipungut bayaran/gratis.

Perusahaan yang akan melakukan vaksinasi gotong-royong harus melaporkan peserta vaksinasi kepada Kemenkes.

Nadia melanjutkan, vaksinasi Covid-19 adalah upaya untuk mempercepat herd immunity atau kekebalan komunitas.

Ia memastikan, vaksinasi gotong royong tidak akan menggangu vaksinasi yang tengah dilakukan pemerintah.

"Tentunya tidak akan mengganggu jalannya vaksinasi gratis yang sedang dijalankan oleh pemerintah, dan seluruh warga negara tentunya berhak untuk mendapatkan vaksin yang disediakan secara gratis oleh pemerintah," kata Nadia dalam konferensi pers, Jumat (27/2/2021).

Baca juga: Kemenkes: Vaksinasi Gotong Royong Gratis untuk Karyawan dan Keluarga

Suasana vaksinasi Covid-19 tahap kedua untuk pedagang Pasar Tanah Abang, Jakarta, Rabu (17/2/2021). Vaksinasi Covid-19 hari ini menyasar kurang lebih 1.500 orang pedagang pasar Tanah Abang dari total 10.000 dosis.KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Suasana vaksinasi Covid-19 tahap kedua untuk pedagang Pasar Tanah Abang, Jakarta, Rabu (17/2/2021). Vaksinasi Covid-19 hari ini menyasar kurang lebih 1.500 orang pedagang pasar Tanah Abang dari total 10.000 dosis.

Perhatikan nonkaryawan

Menanggapi terbitnya aturan vaksinasi gotong-royong, Wakil Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Slamet Budiarto meminta pemerintah juga memperhatikan pekerja yang bukan termasuk karyawan dalam aturan vaksinasi Covid-19.

Menurut Slamet, kebijakan soal vaksinasi gotong-royong yang ada saat ini hanya mengakomodasi karyawan yang bekerja di perusahaan.

Padahal, menurut Slamet, banyak anggota masyarakat yang bekerja mandiri sebagai wirausaha.

"Kalau dalam BPJS itu mereka disebut Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU). Nah, pemerintah belom mengakomodasi mereka," kata Slamet saat dihubungi Kompas.com, Senin (1/3/2021).

Baca juga: Soal Vaksinasi Mandiri, IDI Minta Pemerintah Perhatikan Pekerja yang Bukan Karyawan

Slamet mengatakan, jika tujuan pemerintah adalah mempercepat proses vaksinasi, sebenarnya para pekerja mandiri yang merasa mampu dapat dibebankan biaya untuk mendapatkan vaksin.

"Enggak masalah sebenarnya (dibebankan biaya) karena mereka mampu. Kalau mau gratis ya enggak apa-apa, berarti ikut dan menunggu giliran dari program vaksinasi pemerintah. Masalahnya pemerintah harus mengakomodasi mereka juga supaya proses vaksinasi makin cepat," ucap Slamet.

Lebih lanjut, Slamet menyebut bahwa tidak semua pekerja mandiri atau wiraswasta itu memiliki perusahaan yang besar. Banyak dari mereka usahanya masih termasuk dalam kriteria UMKM.

"Wiraswasta itu kan banyak yang usahanya belum tentu berbadan hukum seperti PT, ada yang masih di UMKM begitu. Nah, ini juga harus diakomodasi. Menurut saya, permenkes-nya sudah benar, tapi kurangnya cuma belum mengakomodasi kelompok pekerja mandiri atau wiraswasta ini," kata dia.

Baca juga: Ini Alasan Pemerintah Gunakan Istilah Vaksinasi Gotong Royong

Potensi ketidakadilan hingga korupsi

Meski aturan vaksinasi gotong-royong diharapkan mampu mencapai manfaat yang baik, sejumlah pihak tetap memberikan saran dan kritik.

Epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono menilai, kebijakan Vaksinasi Gotong Royong berpotensi menciptakan ketidakadilan. Sebab, vaksinasi tersebut diberikan kepada karyawan dan keluarganya.

Padahal, pelaksanaan vaksinasi harus berdasarkan kelompok prioritas yang telah ditetapkan. Kelompok prioritas itu di antaranya tenaga kesehatan, kelompok lanjut usia atau lansia, dan tenaga pendidik, serta lainnya.

"Jadi menyela antrean yang ditetapkan secara nasional, sehingga akan menciptakan ketidakadilan," kata Pandu saat dihubungi, Sabtu (27/2/2021).

Baca juga: Epidemiolog Nilai Vaksinasi Gotong Royong Ciptakan Ketidakadilan

Salah satu tenaga kesehatan di Jakarta Utara disuntik vaksin Covid-19Dok. Kominfotik Jakarta Utara Salah satu tenaga kesehatan di Jakarta Utara disuntik vaksin Covid-19

Pandu berpendapat, jika perusahaan ingin berkonstribusi dalam program vaksinasi Covid-19, sebaiknya membantu menambah stok vaksin yang dimiliki pemerintah.

"Dari situ pasti semua karyawan swasta juga dapat giliran vaksinasi, semua rakyat Indonesia jangan takut, kalau enggak ada vaksin mandiri ini, mereka akan tervaksinasi," ujar pandu.

Sementara itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyoroti Pasal 19 Ayat 2 Permenkes Nomor 10 Tahun 2021.

Dalam Pasal 19 Ayat 2 diatur bahwa pendistribusian vaksinasi gotong royong yang dilakukan PT Bio Farma dapat bekerja sama dengan pihak ketiga. Aturan tersebut, menurut Ketua YLBHI Asfinawati, rawan menimbulkan masalah korupsi.

"Siapa pihak ketiganya? Ini nanti bisa menimbulkan masalah korupsi dalam arti penunjukkan-penunjukkannya itu," kata Asfinawati dalam diskusi secara virtual, Sabtu.

Baca juga: Soal Permenkes 10/2021, YLBHI Nilai Pelibatan Pihak Ketiga Rawan Muncul Korupsi

Selain itu, Asfinawati mempertanyakan, apakah pendistribusian vaksin Covid-19 yang dilakukan BUMN sudah berjalan dengan baik.

Ia mengatakan, fokus pemerintah ke depannya akan terbagi menjadi dua yaitu vaksinasi yang dilakukan pemerintah dan Vaksinasi Gotong Royong.

Asfinawati juga menilai, Vaksinasi Gotong Royong ini akan mempengaruhi pelaksanaan vaksinasi program.

"Meskipun vaksinasi gotong royong itu dilakukan secara mandiri, sebetulnya dia tidak mandiri. Kenapa? Karena akan memengaruhi peralatan pendukung ketersediannya untuk vaksinasi program, dia akan memengaruhi logistik juga untuk vaksinasi program," ujarnya.

Baca juga: Tinjau Vaksinasi Covid-19 bagi Ulama, Menkes Ucapkan Terima Kasih

Potensi melemahnya 3T

Pandangan lain disampaikan epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman. Dia menilai, Vaksinasi Gotong Royong berpotensi melemahkan strategi utama dalam penanganan pandemi Covid-19 yaitu tracing, testing, and treatment (3T).

Ia mengingatkan, Vaksinasi Gotong Royong yang disebut-sebut untuk mempercepat herd immunity bisa menjadi informasi yang salah dipahami masyarakat.

"Sebab khawatirnya pemerintah semakin abai dalam 3T. Termasuk perusahaan-perusahaan nanti abai dalam 3T," kata Dicky dalam diskusi bertajuk "Adil dan Bijakkah Vaksinasi Mandiri?" yang digelar virtual pada Sabtu (27/2/202).

Baca juga: Epidemiolog Khawatir Narasi Vaksinasi Gotong Royong Membuat Pemerintah Abaikan 3T

Dicky mengatakan, jika strategi dasar 3T tidak maksimal dan hanya bergantung pada vaksinasi, penanganan pandemi Covid-19 tidak akan optimal.

Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDI Perjuangan (PDI-P) Rahmad Handoyo mengingatkan agar tidak ada kebocoran sehingga vaksinasi gotong-royong ini tidak menjadi ladang bisnis.

"Dalam pelaksanaan di lapangan perlu diawasi dengan baik jangan sampai muncul kebocoran, vaksin gotong royong diuangkan, dibisniskan, kepada individu individu di luar yang tidak ada kaitannya dengan perusahaan," kata Rahmad saat dihubungi, Jumat (26/2/2021).

Akan tetapi, Rahmad mendukung vaksinasi gotong royong yang dibebankan pemerintah dan diterima secara gratis oleh karyawan hingga keluarganya.

Ia menilai, hal tersebut menjawab kekhawatiran munculnya kecemburuan apabila hanya yang memiliki uang yang dapat menjalani vaksinasi.

Baca juga: Soal Vaksinasi Mandiri, Menkes Ingatkan 4 Prinsip: Vaksin Gratis hingga Bukan untuk Bisnis

Sedangkan menurut Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Shinta Widjaja Kamdani, diperlukan sosialisasi program vaksinasi gotong-royong agar tak ada anggapan adanya komersialisasi.

"Jadi ketika nanti keluar aturannya, lebih jelas bahwa ini tidak ada niat komersialisasi, benar-benar membantu percepatan vaksinasi, semua nanti dikontrol pemerintah,” kata Shinta, dalam keterangan tertulis, Selasa (23/2/2021).

Berdasarkan hal itu, para pengusaha berniat untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 dengan cara melakukan Vaksinasi Gotong Royong.

"Daripada terus menerus ini tidak bisa diselesaikan, bagaimana memutus rantainya ya harus ada vaksinasi. Biaya dikeluarkan lebih baik untuk vaksinasi, daripada ini terus menerus tidak bisa terselsaikan masalah Covid ini,” tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Nasional
Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Nasional
Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

Nasional
Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Nasional
Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangi Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangi Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com