JAKARTA, KOMPAS.com – Hari ini Selasa (2/3/2021), tepat satu tahun pandemi Covid-19 di Indonesia. Dampak penyebaran virus corona, aktivitas belajar mengajar secara tatap muka terpaksa dihentikan.
Dua pekan setelah mengumumkan adanya pasien 01 Covid-19, Presiden Joko Widodo meminta masyarakat untuk bekerja dan belajar dari rumah serta ibadah di rumah.
Sejak saat itu hampir seluruh daerah di Indonesia menggelar pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan segala persoalannya.
Kini, hampir satu tahun anak-anak Indonesia belajar tanpa bertemu guru dan teman-temannya secara fisik.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terus menyusun PJJ agar bisa maksimal.
Lantas, seperti apa perjalanan PJJ selama pandemi yang saat ini yang sudah satu tahun di Indonesia? Berikut rangkuman Kompas.com:
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengeluarkan surat edaran untuk pencegahan virus Covid-19 pada satuan pendidikan, Minggu (9/3/2020).
Surat tersebut ditujukan kepada kepala dinas pendidikan provinsi, kepala dinas pendidikan kabupaten/kota, kepala lembaga layanan pendidikan tinggi, pemimpin perguruan tinggi, dan kepala sekolah di seluruh Indonesia.
"Kita bergerak bersama untuk bisa lepas dari situasi ini," kata Nadiem dalam rilis resmi Kemendikbud, Kamis (12/03/2020).
Setidaknya saat itu dua surat edaran dikeluarkan Kemendikbud terkait virus corona; Pertama, Surat Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Covid-19 di lingkungan Kemendikbud.
Baca juga: Cegah Virus Corona, Mendikbud Nadiem: Kita Bergerak Bersama...
Kedua, Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan.
Mulai saat itu, kegiatan sekolah pun berlangsung tak seperti sebelum pagebluk melanda negeri.
Sejumlah tantangan mesti dihadapi agar anak-anak Indonesia tetap bisa belajar secara maksimal.
Permasalahan yang harus dihadapi terutama terkait dengan infrastruktur, misalnya listrik dan jaringan internet. Selain itu, tidak sedikit keluarga yang tidak memiliki gawai sebagai sarana untuk mengikuti PJJ.
Setidaknya ada empat catatan yang dimiliki Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) terkait pembelajaran jarak jauh di Indonesia. Catatan pertama yaitu soal sumber daya manusia yang tidak siap.
"Selama pandemi ini jujur saja guru-guru itu sebenarnya kaget, karena apa? karena pembelajaran guru tidak dipersiapkan untuk menghadapi PJJ," kata Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim saat berbincang kepada Kompas.com, Senin (1/3/2021).
Baca juga: Menko PMK Akui PJJ Makin Perlihatkan Kesenjangan Pendidikan
Guru-guru di Indonesia, kata Satriwan, tidak didesain untuk menghadapi pembelajaran PJJ luring maupun daring. Guru hanya dipersiapkannya untuk pembelajaran normal.
Ia menyebut, bahkan di awal Maret hingga Juni tahun lalu guru masih tergopoh-gopoh menghadapi PJJ khususnya pembelajaran daring.
"Karena apa? karena keterampilan mereka di dalam menggunakan perangkat digital itu masih sangat minim, sebab pelatihan-pelatihan guru itu sebelumnya kita tahu klasikal bukan digital," ucap Satriwan.
Akan tetapi, dalam perkembangannya, mulai tahun ajaran baru hingga saat ini, menurut Satriwan, sudah mulai tampak peningkatan kapasitas guru.
Baca juga: Masih Pandemi, Sampai Kapan Pembelajaran Jarak Jauh Dilakukan? Ini Penjelasan Kemendikbud...
"Tetapi di sisi lain, terkait dengan SDM, ancaman terjadinya learning lost memang bukan omongan belaka, tapi itu fakta, pada riset kami di Desember capaian materi dan pemahaman materi siswa hanya mencapai 40 persen," ungkap Satriwan.
"Artinya, ada 60 persen yang tidak tercapai, atau 60 persen ini sia-sia karena pembelajarannya terus terang jujur saya katakan sangat tidak efektif," ucap dia.
Selain SDM, Satriwan mengatakan, catatan lain yakni terkait dengan persoalan infrastruktur.
Pemerintah pusat dalam hal ini Kemendikbud, Kemenag dan lintas Kementerian lainnya serta pemerintah daerah tidak mempersiapkan secara maksimal kebutuhan infrastruktur penunjang PJJ sehingga masih terjadi disparitas infrastruktur di berbagai daerah.
Satriwan mencontohkan, PJJ di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T) misalnya, guru-guru di daerah tersebut mempraktikan PJJ dengan cara mengunjungi rumah-rumah siswa atau dengan metode luring.
Hal ini, menurut dia, sangat tidak efektif dalam menunjang pembelajaran, sebab, PJJ online yang dilaksanakan banyak sekolah dengan menggunakan aplikasi digital seperti Zoom atau Google Meet saja belum tentu efektif.
Apalagi pembelajaran luring, guru tidak bisa bertemu anak didik setiap hari karena berbagai faktor. Misalnya jarak rumah guru dengan siswa yang tidak dekat ataupun faktor lainnya.
Baca juga: Sekolah di Sukabumi Masih Banyak Tidak Bisa PJJ
"Kenapa mereka PJJ-nya luring? karena internetnya enggak ada, anak enggak punya gawai, bahkan di Papua itu tidak sedikit guru-guru yang tidak memiliki gawai pintar," kata Satriwan.
Catatan berikutnya, lanjut Satriwan yakni terkait dengan kurikulum darurat yang digunakan dalam pandemi Covid-19.
Kendati demikian, menurut dia, Mendikbud Nadiem sudah cukup baik dalam merespons kebutuhan tersebut.
"Alhamdulillah, mas Menteri itu mendengarkan aspirasi membuat kurikulum darurat atau kurikulum yang adaptif terhadap bencana atau pandemi," ucap dia.
Catatan terakhir, yakni soal kebijakan negara dalam mengakselerasi kebutuhan pembelajaran jarak jauh. Kebijakan negara itu, menurut Satriwan sudah cukup banyak, salah satunya yaitu terkait dengan bantuan kuota internet.
Selain catatan teknis belajar mengajar dari P2G, perjalanan pendidik dan peserta didik dalam menerapkan pembelajaran jarak jauh di masa pandemi ini juga diwarnai sejumlah cerita tragis hingga menyentuh.
Ada siswa SD yang dibunuh oleh ibunya lantaran sulit diajari saat belajar online, ada juga yang diduga bunuh diri karena beban tugas daring, hingga tidak sedikit yang menikah akibat berhenti bersekolah. Berikut rangkuman Kompas.com :
1. Siswi SD dibunuh ibunya karena sulit diajari belajar online
Pada akhir Agustus 2020, seorang siswa dipukuli ibu kandungnya sendiri di sebuah rumah kontrakan di Kecamatan Larangan, Tangerang.
Pelaku yang berinisial LH, saat itu mengaku sedang mengajarkan anaknya belajar. Tetapi, sang anak membuatnya kesal lantaran susah diajari saat belajar online.
Hal itu, rupanya membuat sang ibu gelap mata dan menganiaya putrinya. Ia mencubit, memukul dengan tangan kosong dan memakai sapu hingga meninggal dunia.
Baca juga: Saat Rekonstruksi Terungkap Awal Mula Ibu Bunuh Anak karena Sulit Belajar Online
"Kami dalami mereka, khususnya kepada almarhum yang merupakan anak kandungnya sendiri, dia merasa kesal, merasa anaknya ini susah diajarkan, susah dikasih tahu sehingga kesal dan gelap mata," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Lebak AKP David Adhi Kusuma.
"Dicubit di bagian paha, selanjutnya dipukul dengan tangan kosong di bagian paha. Lalu si anak juga dipukul dengan gagang sapu dari kayu sebanyak lima kali di bagian kaki, paha, betis dan tangan," lanjut dia.
2. Diduga terbeban tugas daring, siswi SMA bunuh diri
Selain itu, seorang siswi SMA Negeri 18 Gowa, Sulawesi Selatan ditemukan tewas oleh adiknya di kamar, Sabtu (17/10/2020).
Siswi berinisial MI (16) itu sempat merekam dirinya menenggak racun serangga sebelum akhirnya tewas.
Saat ditemukan, MI sudah dalam kondisi mulut berbusa. Ditemukan pula cangkir berisi cairan berwarna biru yang merupakan racun serangga.
Baca juga: Siswi SMA Bunuh Diri karena Beban Tugas Daring, Dinas Pendidikan Evaluasi Sistem Belajar Online
Dari laporan awal yang diterima kepolisian, MI mengakhiri hidup diduga karena bermasalah dengan tugas daring dan terbatasnya fasilitas internet di daerahnya.
"Sampai saat ini kami masih melakukan pendalaman terkait penyebab utama korban menanggak racun berdasarkan laporan awal yang kami terima dimana korban depresi akibat tugas daring dan terbatasnya fasilitas internet dan tidak menutup kemungkinan hal ini akan berubah atau bertambah" kata Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Gowa AKP Jufri Natsir.
3. Siswa berhenti sekolah
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengaku kebijakan pembelajaran jarak jauh yang dijalankan selama pandemi Covid-19 menjadi pemicu siswa berhenti sekolah.
Akibat pandemi ini, siswa yang tidak bisa mengikuti PJJ selama berbulan-bulan akhirnya memutuskan bekerja dan menikah dini.
"Dari temuan KPAI, ada 119 siswa yang menikah, laki-laki maupun perempuan, yang usianya berkisar 15-18 tahun," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti dalam siaran persnya, Rabu (17/2/2021).
Baca juga: Akibat PJJ, KPAI: Ancam Siswa Putus Sekolah dan Nikah Lebih Dini
Dia menyatakan, pihak sekolah mengetahui siswanya menikah atau bekerja dari kunjungan ke rumah orangtua siswa.
"Awalnya kita datang ke rumah siswa saat PJJ berlangsung, mereka tak mengumpulkan tugas. Sekolah baru tahu yang bersangkutan mau menikah, sudah menikah, dan sudah kerja," ungkap dia.
"Vaksinasi untuk tenaga kependidikan telah dimulai. Saya tadi menyaksikan dan berjalan lancar, para guru dan tenaga pendidik telah divaksin," ujar Presiden Joko Widodo.
Presiden berharap, setelah DKI Jakarta, semua provinsi juga dapat menggelar vaksinasi untuk guru dan tenaga pendidik.
Baca juga: Pro Kontra Orangtua Siswa di Jakarta soal Rencana Sekolah Tatap Muka Juli 2021
"Ini karena tenaga pendidik dan tenaga kependidikan seperti guru penting. Ini kita berikan prioritas agar nanti diawal semester kedua pendidikan tatap muka bisa kita mulai lakukan," terang Presiden.
Presiden menarget, di bulan Juni nanti 5 juta guru, tenaga pendidik dan kependidikan semuanya bisa selesai ikut vaksin guru.
"Targetnya di bulan Juni nanti 5 juta guru dan tenaga kependidikan semuanya Insya Allah sudah bisa kita selesaikan," kata Presiden.
"Sehingga di bulan Juli saat mulai ajaran baru, semuanya bisa berjalan normal kembali, saya kira targetnya itu," tandas Presiden Jokowi.
Baca juga: Pembelajaran Tatap Muka Sekolah di Solo Dimulai Juli, Gibran: Kita Kebut Vaksinasi
Sementara itu, Mendikbud Nadiem Makarim yakin proses vaksin guru bisa selesai di akhir Juni 2021.
Jika target itu tercapai, maka proses belajar tatap muka di sekolah bagi siswa bisa benar-benar terlaksana pada Juli 2021.
"Kami ingin memastikan guru dan tenaga kependidikan sudah selesai vaksinasi di akhir Juni. Sehingga di Juli sudah melakukan proses belajar tatap muka di sekolah," kata Nadiem.
Kendati belajar tatap muka, siswa dan guru tetap mematuhi protokol kesehatan di sekolah dengan baik.
Sehingga, semua bisa melatih kebiasaan baru yakni proses sekolah tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan yang baik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.