JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan berkas perkara Direktur Utama nonaktif PT PAL Indonesia Budiman Saleh ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Budiman merupakan tersangka dugaan korupsi dalam kegiatan penjualan dan pemasaran PT Dirgantara Indonesia (DI) tahun 2007-2017.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, berkas penyidikan terhadap Budiman telah dinyatakan lengkap (P21).
“Tim Penyidik KPK melaksanakan Tahap 2 (Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti) kepada tim JPU dengan Tersangka BS (Budiman Saleh) dalam perkara dugaan TPK dalam kegiatan penjualan dan pemasaran di PT DI Tahun 2007-2017,” kata Ali dalam keterangan tertulis, Senin (1/3/2021).
Baca juga: KPK Tetapkan Dirut PT PAL Budiman Saleh sebagai Tersangka Kasus PT Dirgantara Indonesia
Ali mengatakan, masa penahanan Budiman diperpanjang selama 20 hari, terhitung sejak 1 Maret sampai 20 Maret 2021 di Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih.
“Dalam waktu 14 hari kerja, tim JPU akan segera melimpahkan berkas perkara ke PN Tipikor,” ucap Ali.
Ali menyebut, persidangan diagendakan di PN Tipikor Bandung.
“Selama proses penyidikan, telah diperiksa 112 saksi, diantaranya berbagai pihak internal di PT Dirgantara Indonesia,” kata Ali.
Dalam kasus ini, Budiman diduga telah menerima aliran dana hasil pencairan pembayaran pekerjaan mitra fiktif sebesar Rp 686.185.000.
Baca juga: Periksa Dirut PT PAL dalam Kasus PT DI, KPK Dalami Dugaan Penerimaan Cashback
Kasus ini bermula dari rapat Dewan Direksi PT DI periode 2007-2010 yang dilaksanakan pada akhir 2007.
Rapat itu menyepakati sejumlah hal, salah satunya menggunakan mitra penjualan sebagai cara untuk memperoleh dana khusus guna diberikan kepada customer/end user.
Para pihak PT DI kemudian melakukan kerja sama dengan Didi Laksamana serta para pihak di lima perusahaan yaitu PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Angkasa Mitra Raya, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Penta Mitra Abadi, PT Niaga Putra Bangsa, serta Direktur Utama PT Selaras Bangun Usaha Ferry Santosa Subrata untuk menjadi mitra penjualan.
PT DI kemudian melakukan penandatanganan kontrak mitra penjualan tersebut sebanyak 52 kontrak selama periode 2008-2016.
"Kontrak mitra penjualan tersebut adalah fiktif, dan hanya sebagai dasar pengeluaran dana dari PT DI (Persero) dalam rangka pengumpulan dana untuk diberikan kepada customer/end user," kata Deputi Penindakan KPK Karyoto, Kamis (22/10/2020).
Baca juga: Kasus Korupsi PT DI, Dirut PT PAL Kembali Dipanggil KPK
Pembayaran dari PT DI kepada perusahaan mitra penjualan tersebut dilakukan dengan cara transfer langsung ke rekening perusahaan mitra penjualan.
Kemudian, uang yang ada di rekening tersebut dikembalikan ke pihak-pihak PT DI maupun pihak lain melalui transfer, tunai, atau cek.
"Dana yang dihimpun oleh para pihak di PT DI (Persero) melalui pekerjaan mitra penjualan yang diduga fiktif tersebut digunakan untuk pemberian aliran dana kepada pejabat PT DI (Persero), pembayaran komitmen manajemen kepada pihak pemilik pekerjaan dan pihak-pihak lainnya serta pengeluaran lainnya," kata Karyoto.
KPK menaksir kerugian dalam kasus ini mencapai Rp 315 miliar terdiri dari Rp 202.196.497.761,42 dan 8.650.945,27 dolar AS.
Dua tersangka lain dalam kasus ini yakni eks Direktur Utama PT DI Budi Santoso dan eks Asisten Dirut PT DI Bidang Bisnis Pemerintah Irzal Rinaldi telah dibawa ke persidangan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.