JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Juri Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA) 2017 Bivitri Susanti mengatakan, penghargaan BHACA yang diberikan kepada Nurdin Abdullah bukan dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Sulawesi Selatan, melainkan sebagai Bupati Bantaeng pada saat itu.
“Perlu diingat, ia menerima BHACA dalam kapasitasnya sebagai bupati, konteks politik antara Bantaeng dan Provinsi Sulsel tentu berbeda,” kata Bivitri kepada Kompas.com, Senin (1/3/2021).
Kendati demikian, Bivitri menyesalkan penangkapan yang terjadi kepada Nurdin Abdullah. Sebab, pemilihan peraih BHACA saat itu dilakukan dengan sangat serius bahkan melibatkan masukan dari masyarakat.
“Penangkapan Gubernur Sulsel ini tentu sangat disesalkan, proses pemilihannya sangat serius. Selain menerima masukan masyarakat, penelusuran rekam jejak juga dilakukan secara langsung ke lapangan,” ungkap Bivitri.
Lebih lanjut, Bivitri mengatakan, peraih BHACA dari kalangan pemerintah diharapkan akan menjadi dorongan dan inspirasi antikorupsi di kalangan pemerintah.
Baca juga: PDI-P Belum Pikirkan Kandidat Pengganti Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah
“Tapi, perkembangan setelah award tidak bisa dikontrol, meskipun mereka menandatangani pakta integritas waktu menerima award,” ucap Bivitri.
Terkait penarikan penghargaan, Bivitri menyebut BHACA memiliki prosedurnya sendiri sebagai organisasi.
Akan tetapi, Dewan Juri BHACA mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penuntasan perkara tersebut.
“Pada akhirnya ukurannnya bukan si individu itu sendiri, karena tujuan BHACA bukan soal award-nya itu sendiri, award hanya salah satu cara agar cara pandang dan perilaku antikorupsi semakin menyebar luas,” kata Bivitri
“Jadi kita dukung saja kerja KPK dan lihat bagaimana perkembangannya nanti. Prosedur internal BHACA memang ada dan melibatkan pengurus organisasi BHACA,” ucap dia.
Sebelumnya, KPK menetapkan Nurdin bersama dua orang lainnya sebagai tersangka dugaan suap proyek infrastruktur di Sulawesi Selatan.
Dua tersangka lainnya adalah Sekretaris Dinas PUPR Provinsi Sulsel Edy Rahmat dan Direktur PT Agung Perdana Balaumba, Agung Sucipto.
Baca juga: KPK Pastikan Punya Bukti Kuat Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah Terima Suap dan Gratifikasi
Firli mengatakan, Nurdin dan Edy diduga sebagai penerima suap. Sementara itu, Agung diduga sebagai pemberi suap.
“KPK menetapkan tiga orang tersangka. Pertama, sebagai penerima yaitu Saudara NA (Nurdin Abdullah) dan ER (Edy Rahmat). Kedua, sebagai pemberi Saudara AS (Agung Sucipto),” kata Firli.
Nurdin Abdullah bersama Edy Rahmat disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
“AS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP," ucap Firli.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.