Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nilai Berdampak Buruk, PPP Minta Pemerintah Tak Buka Investasi Industri Miras

Kompas.com - 26/02/2021, 10:51 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sekaligus Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi mengatakan, rencana pemerintah untuk membuka investasi industri minuman keras (miras) perlu dipertimbangkan.

Ia meminta agar pemerintah tidak memberlakukan pembukaan pintu investasi untuk industri miras, dikarenakan ancaman yang mampu mencoreng nama baik Indonesia di mata dunia.

"Membuka investasi industri miras perlu dipertimbangkan untuk tidak diberlakukan. Mengingat mudaratnya jauh lebih besar dari sekadar kepentingan profit. Masa depan anak cucu kita bersama akan terancam kalau sampai ini dilegalkan," kata Baidowi dalam keterangan tertulis, Jumat (26/2/2021).

Baca juga: Pemerintah Buka Pintu Investasi untuk Industri Miras Besar sampai Eceran

Menurut dia, legalisasi minuman keras hingga kini menimbulkan dampak buruk. Ia menyoroti kasus terbaru yang diakibatkan pengaruh minuman keras dan mencoreng nama baik Indonesia.

Kasus pertama yang disorotinya adalah penembakan oknum polisi kepada TNI Angkatan Darat (AD) hingga meninggal dunia. Diduga oknum polisi itu dipengaruhi minuman keras.

Selain itu, Indonesia juga dihebohkan dengan meninggalnya Warga Negara Jepang akibat menenggak minuman keras.

"Bukan tidak mungkin, ke depan, akan banyak terjadi hilangnya nyawa anak muda kita. Karena berdasarkan data WHO tahun 2016 saja sudah ada 3 juta lebih di dunia meninggal akibat minuman beralkohol," kata Baidowi.

Baca juga: Pemerintah Buka Pintu Investasi Industri Miras, Ini Komentar Pengusul RUU Larangan Minuman Beralkohol

Baidowi menilai, legalisasi minuman beralkohol lebih banyak berdampak buruk. Pelan tapi pasti, kata dia, minuman keras akan merusak sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa Fraksi PPP sudah sejak lama meminta agar pengesahan RUU Larangan Minuman Beralkohol disegerakan.

"Kami memandang perlunya regulasi ini untuk menghindari kegaduhan dan banyaknya korban nyawa yang diakibatkan oleh miras," ujar dia.

Ia menuturkan, dua peristiwa berkaitan dengan miras itu bukan isapan jempol belaka. Baidowi menambahkan, ancaman dampak miras nyata adanya di depan mata.

Baca juga: Muhammadiyah Akan Kaji RUU Larangan Minuman Beralkohol

Baidowi menegaskan bahwa PPP sama sekali tidak anti terhadap investasi. Namun, investasi yang didukung oleh PPP adalah investasi yang tidak merusak bangsa dan negara.

"Kami juga mengakui adanya kearifan lokal di sejumlah daerah yang membutuhkan miras. Namun, sebaiknya pengaturannya terlebih dahulu dalam bentuk UU yang mana di dalamnya juga memberikan pengecualian penggunaan miras untuk kepentingan medis, adat, maupun ritual," kata dia.

Sebelumnya, diketahui bahwa pemerintah menetapkan industri minuman keras sebagai daftar positif investasi (DPI) terhitung sejak tahun ini.

Industri ini, sebelumnya termasuk kategori bidang usaha tertutup.

Kebijakan ini tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.

Beleid yang merupakan aturan turunan dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini telah ditandatangani Presiden Joko Widodo dan mulai berlaku tanggal 2 Februari 2021.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com