Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tim Kajian UU ITE: Merevisi Tak Harus Buang Pasal, Hanya Pengaturannya Diperjelas

Kompas.com - 25/02/2021, 17:18 WIB
Tatang Guritno,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Subdit I Kajian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Henri Subiakto mengatakan, revisi UU ITE tidak perlu harus membuang pasal-pasal yang ada.

Hendri menjelaskan, pasal-pasal dalam UU ITE yang dianggap multitafsir bisa dilengkapi dan disempurnakan.

Apalagi berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, norma pada pasal-pasal tersebut tidak bermasalah dengan konstitusi.

"Normanya juga sudah tidak ada masalah karena sudah teruji berdasar putusan MK dan itu final dan mengikat. Apalagi normanya berdasar the general principle of law yang berlaku di berbagai negara," jelas Henri saat dihubungi Kompas.com, Kamis (25/2/2021).

Baca juga: Ada Kecemasan UU ITE Direvisi Lebih Beringas dan Tak Demokratis

"Merevisi kan tidak harus membuang norma. Apalagi norma umum. Hanya pengaturannya diperjelas," sambungnya.

Hendri mencontohkan norma larangan fitnah pada Pasal 27 Ayat (3) UU ITE.

Ia mengatakan norma tersebut adalah norma umum dan berlaku di mana pun, maka MK sudah memutuskan dua kali bahwa norma tersebut sesuai dengan konstitusi.

"Apakah norma universal seperti itu mau dihilangkan untuk internet? Tentu tak elok larangan menyebar fitnah mau dihilangkan normanya pada dunia cyber," tegas Henri.

Hendri menyatakan bahwa dirinya juga setuju jika UU ITE direvisi.

Hanya revisi dilakukan untuk memperjelas legal drafting hukumnya dengan menghilangkan kata-kata yang bersifat multitafsir.

Baca juga: Jika Pemerintah Dengar Keluh Kesah Masyarakat, Pasal Karet UU ITE Masih Bisa Diubah

Namun, revisi tidak dilakukan dengan mencabut atau menghilangkan pasal-pasal dalam UU ITE yang normanya sesuai konstitusi.

"Dihilangkan kata-kata yang membuat tidak jelas dalam interpretasi. Tapi itu tidak berarti bangsa ini lalu mau membuang norma yang menjadi general principles of law dalam hukum orang berkomunikasi. Apa lalu negara memperbolehkan orang saling fitnah, saling tuduh di internet," ungkap Henri.

Hendri lebih lanjut menyebutkan pada kasus penyebaran fitnah misalnya, KUHP digunakan untuk kasus yang terjadi secara langsung atau pada dunia fisik.

Sementara UU ITE mengatur yang terjadi pada internet.

"Tapi nanti kalau sudah ada KUHP baru, itu (UU ITE) bisa ditinjau lagi normanya apa sudah lengkap hingga persoalan internet. Kalau KUHP baru sudah lengkap, bisa saja norma ITE ditiadakan supaya tidak ada duplikasi. Kalau sekarang tidak sama," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com