JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari menyebutkan, pasal dalam sebuah undang-undang masih mungkin direvisi meskipun telah dinyatakan konstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal ini disampaikan merespons pemerintah yang menyatakan tidak akan merevisi Pasal 27 Ayat (3) dan Pasal 28 Ayat (2) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) karena oleh MK telah dinyatakan sesuai UUD 1945.
"Jika mau mendengarkan keluh kesah masyarakat pada dasarnya pasal itu tetap dapat diusulkan untuk diubah," kata Feri kepada Kompas.com, Rabu (24/2/2021).
Baca juga: MK: Pasal yang Dinyatakan Tak Bertentangan dengan UUD Masih Bisa Direvisi
Menurut Feri, tidak jarang pasal-pasal yang telah diuji di MK dan dinyatakan konstitusional tetap diubah oleh DPR.
Oleh karenanya, kata dia, masih sangat mungkin untuk mengubah kedua pasal UU ITE tersebut.
Apalagi, oleh publik kedua norma tersebut kerap dianggap multitafsir atau pasal karet.
"Soal niat saja, jalan untuk memperjuangkan kepentingan publik itu banyak," ujarnya.
Feri menilai, pernyataan pemerintah yang tak akan merevisi Pasal 27 Ayat (3) dan Pasal 28 Ayat (2) UU ITE janggal.
Sebab, kedua norma itu kerap menyebabkan pengkritik pemerintah dikriminalisasi.
Baca juga: Kabareskrim: Penyidik Langgar SE Kapolri soal UU ITE Pasti Kena Sanksi
Ia justru khawatir, langkah pemerintah membuka wacana revisi UU ITE sebenarnya bertujuan untuk menambahkan pasal-pasal baru yang lebih merugikan publik.
"Saya lebih cemas UU ITE akan direvisi lebih beringas dan tidak demokratis lagi," kata Feri.
Feri menambahkan, pasal dalam sebuah undang-undang yang pernah diuji di MK dan dinyatakan konstitusional dapat dimohonkan pengujiannya kembali, termasuk UU ITE.
"Bisa diuji kembali sepanjang alasan berbeda dan batu ujinya beda," kata dia.
Baca juga: Tim Kajian UU ITE Mulai Tampung Masukan Berbagai Pihak, dari Pelapor hingga Korban
Sebelumnya, pernyataan pemerintah yang tidak akan merevisi Pasal 27 Ayat (3) dan Pasal 28 Ayat (2) UU ITE disampaikan oleh Ketua Sub Tim I Kajian UU ITE Henri Subiakto.
Ia berpandangan, pemerintah tidak bisa merevisi pasal-pasal tersebut lantaran MK telah memutuskan pasal itu tidak bertentangan dengan UUD 1945.
"Kami tentu saja tidak mungkin merevisi yang sudah diputuskan MK, itu tidak bisa diubah-ubah, karena itu sudah mengikat dan final. Mungkin akan ditambahi penjelas, dilengkapi supaya lebih jelas," ujar Henri, dikutip dari program "Sapa Indonesia Malam" di Kompas TV, Selasa (23/2/2021).
Baca juga: Wacana Revisi UU ITE yang Setengah Hati...
Adapun wacana revisi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 atau UU ITE kali pertama dilempar oleh Presiden Joko Widodo.
Jokowi mengaku bakal meminta DPR memperbaiki UU tersebut jika implementasimya tak berikan rasa keadilan.
"Kalau Undang-undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi undang-undang ini, Undang-undang ITE ini," kata Jokowi saat memberikan arahan pada rapat pimpinan TNI-Polri di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/2/2021).
Menurut Jokowi, hulu persoalan dari UU ini adalah pasal-pasal karet atau yang berpotensi diterjemahkan secara multitafsir.
Oleh karenanya, jika revisi UU ITE dilakukan, ia akan meminta DPR menghapus pasal-pasal tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.