Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita JK soal Pidato Copy-Paste dan Tak Enak Hati ke SBY Gara-gara Jas...

Kompas.com - 24/02/2021, 19:03 WIB
Tatang Guritno,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Politikus Senior Partai Golkar Jusuf Kalla punya cerita unik tentang kebiasannya yang tak lazim di kalangan pejabat tinggi.

Ada dua hal yaitu, pidato tanpa teks serta ogah mengenakan jas. Itu terjadi ketika dirinya masih menjabat sebagai Wakil Presiden RI.

Soal pidato tanpa teks, Kalla punya alasan tersendiri: lebih lancar berbicara jika melihat audience.

 

“Agar pikiran berjalan saya pidato dengan melihat mata orang, reaksinya, baru ide keluar. Itu kalau ditulis orang lain, itu beda,” sebut Kalla dikutip dari program Begini yang tayang di kanal Youtube Kompas.com, Senin (22/2/2021).

Baca juga: Pengakuan JK Undang Taliban Makan ke Rumahnya: Dalam Rangka Perdamaian Afghanistan

Kalla tidak ingin teks pidato yang disampaikannya dibuat oleh pihak lain. Dia tahu tak jarang teks pidato dibuat meniru teks pidato-pidato sebelumnya.

“Saya sering bilang itu pidato eselon II, eselon III yang dibacakan menteri, yang bikin pidato itu kan sekjen, disuruh (menteri). Sekjen suruh lagi anak buahnya yang bikin. Tidak pernah sekjen itu bikin sendiri. Dan biasanya mereka copy paste saja pidato sebelumnya,” kelakar Kalla.

Kebiasannya menyampaikan pidato tanpa teks dapat dilakukan Kalla karena sering membaca.

Setidaknya dalam satu hari ia menghabiskan minimal 1 jam untuk membaca buku dan surat kabar.

“Saya sehari setidaknya bisa membaca 10-20 halaman buku. Buku apa saja. Juga membaca surat kabar, sampai hari ini saya berlangganan 8 surat kabar. Ya biar saya tahu perkembangan apa yang sedang terjadi,” tuturnya.

"Biar Presiden saja yang pakai jas"

Soal ketidaksukaannya memakai setelan jas, Kalla teringat momen ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengundang Muhammad Yunus peraih Nobel Perdamaian ke Istana Negara, Jakarta, medio 2007. 

Kalla menuturkan, semua pejabat dan tamu undangan diwajibkan menggunakan jas pada pertemuan tersebut. Namun, hanya Kalla yang tidak mengikuti ketentuan tersebut.

“Undangannya itu dari Kementrian Sekretariat Negara (Setneg) pakaian jas lengkap. Saya mau pergi (berangkat) ajudan datang menyampaikan kalau harus pakai jas. Saya pakai kemeja polos lengan panjang seperti biasa. Ah, saya bilang biar saja saya pakai begini, biar saja presiden pakai jas,” ujar Kalla.

“Jadi hadir 40 atau 45 orang di Istana Negara semua pakai jas. Terkecuali saya yang tidak. Tiba-tiba datang Muhammad Yusuf pakai pakaian biasa,” sambungnya.

Baca juga: UUD 1945 Jadi Alasan Jusuf Kalla Berhasrat Akhiri Konflik Afghanistan

Alasan di balik cerita tersebut adalah Kalla merasa tidak pas jika datang pada sebuah forum yang membicarakan kemiskinan namun mengenakan jas.

Selain itu, ia mengaku tak terlalu suka menggunakan jas karena kondisi cuaca di Jakarta yang panas.

Kalla membeberkan, dari beberapa negara yang dilewati garis khatulistiwa, hanya Indonesia saja yang masyarakatnya gemar menggunakan jas.

Akhirnya Kalla berpikir bagaimana merubah budaya tersebut. Karena menurut dia, penggunaan jas itu makin nampak setelah era Presiden BJ Habibie.

Ya wajar saja, Habibie memang banyak menghabiskan waktunya di Eropa yang memiliki suhu lebih dingin.

Baca juga: Jusuf Kalla: Dulu Saya Usulkan Pilkada 3 Kali sebab Rumit bagi Penyelenggara

“Saat itu saya tanya adik saya Ahmad, kita mau hemat energi listrik. Listrik paling boros disedot oleh apa? Ia menjawab AC. Karena kalau siang hari lampu tidak menyala, tapi AC menyala. Lalu bagaimana agar AC itu hemat, dia jawab jangan kasih full temperaturnya,” kata Kalla.

“Saya langsung hubungi Setneg untuk minta semua kantor pemerintah maksimal penggunaan AC di suhu 25 derajat. Apa yang terjadi, pertama orang hemat listrik, kedua tidak bisa pakai jas,” sebutnya.

Setelah mengeluarkan aturan tersebut, Kalla mengaku sempat terkena imbasnya.

Saat itu dalam momen pernikahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Kalla diundang dan diminta oleh SBY untuk menjadi saksi pernikahan.

Baca juga: Jusuf Kalla: Saya Selalu Hormat ke Bu Mega karena 2 Kali Diangkat Jadi Menteri

Ia sempat tak enak hati karena pada acara tersebut seharusnya ia mengenakan jas. Namun, jika hal tersebut ia lakukan, maka Kalla merasa tidak menjadi pemimpin yang konsekuen.

“Saya telfon Pak SBY, saya sampaikan permintaan maaf karena sesuai kesepakatan, saya tidak bisa pakai jas. Saya melanggar aturan yang saya buat sendiri (tidak mau). Jadi saya datang dengan menggunakan batik. Pak SBY menjawab tidak apa-apa. Maka di momen itu juga saya sendiri yang pakai batik itu,” ceritanya.

Terakhir Kalla meminta dalam upaya menjaga pemerintahan, seorang pemimpin harus konsekuen dan konsisten dengan keputusan yang diambilnya.

“Kita sebagai pemimpin harus konsekuen, memelihara konsistensi dan memelihara apa yang kita bicarakan, kita lakukan,” tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Nasional
Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Nasional
Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com