JAKARTA, KOMPAS.com - Pengajar Hukum Tata Negara dari Universitas Tarumanegara Ahmad Redi menilai, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE harus direvisi sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat.
Hal ini ia katakan merespon ucapan pihak pemerintah yang tidak ingin merevisi pasal dalam UU ITE yang sudah diujikan dan dinyatakan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
"UU ITE harus direvisi sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat, khususnya mengenai isu HAM dan demokrasi," kata Redi kepada Kompas.com, Rabu (24/2/2021).
Baca juga: UU ITE Dinilai Belum Penuhi Kebutuhan Hukum Masyarakat
Redi menjelaskan, dalam UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan tepatnya Pasal 10 tertera bahwa materi UU harus memenuhi kebutuhan hukum masyarakat.
Sementara UU ITE, ia nilai belum memenuhi kebutuhan hukum masyarakat.
Redi juga menuturkan ketidakjelasan atau adanya pasal karet dalam UU ITE tidak bisa terus dibiarkan.
Pasal multitafsir ia nilai bisa menimbulkan maalaimplementasi yang merugikan masyarakat secara luas.
"Energi yang terkuras baik dari aparat penegak hukum maupun masyarakat atas eksistensi pasal-pasal karet UU ITE harus diakhiri," ujar dia.
Baca juga: Ketidakjelasan dalam UU ITE Dinilai Berpotensi Timbulkan Malaimplementasi
Sebelumnya, Ketua Sub Tim I Kajian Undang-UU ITE Henri Subiakto mengatakan, pemerintah tidak akan merevisi ketentuan yang selama ini dianggap multitafsir atau pasal karet.
Henri berpandangan, pemerintah tidak bisa merevisi pasal-pasal tersebut. Sebab Mahkamah Konstitusi telah memutuskan sejumlah pasal dalam UU ITE itu tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.