Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketidakjelasan dalam UU ITE Dinilai Berpotensi Timbulkan Malaimplementasi

Kompas.com - 24/02/2021, 12:44 WIB
Sania Mashabi,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengajar Hukum Tata Negara dari Universitas Tarumanegara Ahmad Redi menilai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) harus bersifat tegas.

Sebab, jika tidak tegas akan menjadi banyak tafsir dan bisa menimbulkan kerugian di masyarakat.

"Dengan adanya berbagai pengujian di MK dan berbagai masalah penerapan maka UU ITE ini tidak tegas dan jelas sehingga menimbulkan banyak tafsir," kata Redi kepada Kompas.com, Rabu (24/2/2021).

"Khususnya oleh aparat penegak hukum. Bila ketidakjelasan ini terus dibiarkan maka berpotensi menimbulkan malaimpementasi yang merugikan masyarakat secara luas," ujar dia.

Baca juga: Revisi UU ITE, Koalisi Masyarakat Sipil Minta Komnas HAM dan Komnas Perempuan Dilibatkan

Ia mengatakan, UU ITE harus direvisi sesuai kebutuhan masyarakan dan mengedepankan hak asasi manusia (HAM).

"Energi yang terkuras baik dari aparat penegak hukum maupun masyarakat atas eksistensi pasal-pasal karet UU ITE harus diakhiri," ujar Redi.

Sebelumnya, Ketua Sub Tim I Kajian Undang-UU ITE Henri Subiakto mengatakan, pemerintah tidak akan merevisi ketentuan yang selama ini dianggap multitafsir atau pasal karet.

Baca juga: Presiden Merasa UU ITE Perlu Direvisi, Politisi PKS Heran Tim Kajian Kekeh Pertahankan Pasal Karet

Henri berpandangan, pemerintah tidak bisa merevisi pasal-pasal tersebut. Sebab Mahkamah Konstitusi telah memutuskan sejumlah pasal dalam UU ITE itu tidak bertentangan dengan UUD 1945.

"Kami tentu saja tidak mungkin merevisi yang sudah diputuskan MK, itu tidak bisa diubah-ubah, karena itu sudah mengikat dan final. Mungkin akan ditambahi penjelas, dilengkapi supaya lebih jelas," ujar Henri, dikutip dari program "Sapa Indonesia Malam", Kompas TV, Selasa (23/2/2021).

Ketentuan dalam UU ITE yang dinilai multitafsir dan pernah diuji di MK yakni Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2).

Pasal 27 ayat (3) mengatur tentang penghinaan dan pencemaran nama baik, sedangkan Pasal 28 ayat (2) tentang penyebaran informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan pada masyarakat berdasar suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).

Baca juga: Kompolnas Minta Penyidik Polri Laksanakan SE Kapolri soal UU ITE

Pengajuan judicial review Pasal 27 ayat (3) pernah dilakukan pada 2009, 2015, dan 2016. Hasilnya, dua permohonan ditolak MK dan satu dicabut oleh pemohon.

Sementara uji materi Pasal 28 ayat (2) dilakukan pada 2017 dan ditolak oleh MK.

"Tentu saja Presiden memperoleh masukan bahwa undang-undang ini sudah berkali-kali di-judicial review di MK. Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2) sudah empat kali judicial review," kata Henri.

"MK sudah memutuskan bahwa pasal itu secara normanya benar. Tidak ada konflik dengan Undang-undang Dasar 1945," tutur dia.

Selain itu, Henri menegaskan bahwa UU ITE tidak mungkin dihilangkan. Menurut dia, saat ini banyak beredar ujaran kebencian dan hoaks yang tersebar di media sosial.

"Ketika sekarang orang mengatakan UU ITE menakutkan dan untuk membungkam, tapi media sosial kita isinya Nauzubillah. Ini kan paradoks, sosial media kita isinya penuh hoaks dan ujaran kebencian," ucap Henri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com