JAKARTA, KOMPAS.com – Program pendidikan kader ulama perempuan akan digelar di Masjid Istiqlal. Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar mengatakan, kader ulama perempuan berkesempatan mengkaji Al-Qur'an dan hadis dengan perspektif kesetaraan gender.
“Insya Allah kita akan menantikan hasilnya seperti apa gerangan jika perempuan mengkaji Al-Al-Qur'an dan hadis,” tutur Nasaruddin, saat memberikan sambutan pada perayaan Milad Istiqlal ke-43, Selasa (22/2/2021).
"Ini sangat penting karena kita sadar, selama ini yang dominan menjadi ulama, penulis, dan pimpinan tokoh, pemimpin umat adalah laki-laki karena kapasitasnya sebagai ulama," ucapnya.
Baca juga: Wapres Berharap Istiqlal Jadi Pusat Gagasan, Peradaban dan Budaya Islam
Nasaruddin menuturkan, dalam Islam, laki-laki dan perempuan memiliki kapasitas yang sama. Oleh sebab itu, perempuan juga harus mendapat kesempatan yang sama dalam belajar Al-Qur'an dan menjadi ulama.
“Supaya terjadi kesetaraan gender dalam pengelolaan alam semesta, di mana manusia ditugasi sebagai khalifah di atasnya,” tutur dia.
Nasaruddin menjelaskan, program pendidikan ulama perempuan termasuk dalam 41 program Masjid Istiqlal yang disebut dengan The New Istiqlal.
Baca juga: Masjid Istiqlal, Harapan Umat Islam yang Terwujud Setelah Kemerdekaan
Peringatan Milad Masjid Istiqlal itu dihadiri oleh Wakil Presiden Maaruf Amin, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, serta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Masjid Istiqlal dibangun atas ide dari Presiden Soekarno pada tahun 1950-an. Dua tahun kemudian Yayasan Masjid Istiqlal dibentuk demi kelancaran pembangunan masjid.
Soekarno ingin masjid itu dibangun di bekas Benteng Citadel yang pernah menjadi milik Belanda. Ada alasan politis dan artistik yang melatarbelakangi keinginan Soekarno tersebut.
Baca juga: Imam Besar Istiqlal: Tak Boleh Main-main dengan Pemberdayaan Perempuan dan Anak
Dalam buku Masjid Istiqlal Sebuah Momen Kemerdekaan, Solichim Salam mengemukakan, Soekarno ingin Masjid Istiqlal menjadi sejarah baru bangsa Indonesia yang bisa menegakkan kemerdekaan.
Benteng Citadel adalah salah satu bukti penjajahan Belanda di Indonesia, sehingga harus dikubur dengan monument kemerdekaan yaitu Masjid Istiqlal.
“Di atas bekas benteng penajajahan ini kita bangun Masjid Istiqlal yang berarti merdeka atau kemerdekaan, (itu) pertimbangan Bung Karno,” tulis Solichim.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.