Salah satunya ialah mereka mungkin tidak percaya kemampuan sebuah traktat atau perjanjian multilateral dalam mengikat negara anggota untuk bertindak sesuai dengan asas, norma, dan aturan yang ada di dalamnya.
Pada Mei 2018, misalnya, Amerika secara sepihak keluar dari kesepakatan pembatasan pengembangan nuklir yang diteken bersama Iran dan lima kekuatan besar lainnya pada Juli 2015 karena Amerika menilai kesepakatan tersebut tidak menguntungkan kepentingan nasionalnya.
Tindakan Amerika tersebut menunjukkan bahwa di dalam sistem internasional yang anarki ini, untuk membuat suatu negara terikat pada perjanjian multilateral yang disepakatinya tidaklah mudah karena posisi hukum internasional tidak lebih kuat dari pada kedaulatan sebuah negara.
Penolakan sembilan negara nuklir terhadap TPNW mencerminkan rendahnya rasa saling percaya. Sembilan negara ini tidak percaya bahwa TPNW mampu mengatur atau mengendalikan perilaku negara anggota karena bagi sebuah negara, meraih kepentingan nasional lebih penting dari pada menuruti asas, norma, dan hukum internasional.
Di tengah minimnya rasa saling percaya, setiap negara nuklir tersebut akhirnya memilih mempertahankan senjata nuklir untuk menjamin rasa aman bagi dirinya sendiri dan mencegah negara nuklir lain menyerangnya.
Mungkin banyak orang belum tahu bahwa hibakusha atau penyintas bom di Jepang yang saat ini rata-rata berusia 80 tahunan tidak saja mengalami luka bakar, namun juga menjadi korban diskriminasi.
Mereka dijauhi dan dikucilkan karena sejumlah orang menganggap radiasi bom atom yang ada di dalam tubuh mereka seperti penyakit menular. Banyak penyintas kemudian memilih untuk menyembunyikan identitasnya sebagai hibakusha.
Karena efek mengerikan dari senjata nuklir, pemerintah Indonesia perlu segera meratifikasi TPNW. Persetujuan parlemen dalam proses ratifikasi seharusnya lebih mudah diperoleh pemerintah karena lebih dari 60 persen partai politik di DPR merupakan pendukung pemerintah.
Ada dua alasan mengapa Indonesia harus meratifikasi TPNW. Pertama, Indonesia bukan sekedar penonton.
Pemerintah perlu ingat bahwa salah satu pilar politik luar negeri Indonesia yang tertulis di alinea keempat dalam Pembukaan UUD 1945 berbunyi: ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Dengan meratifikasi TPNW, pemerintah membuktikan bahwa Indonesia bukan sekedar penonton.
Dalam berbagai forum internasional, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi berulang kali menyerukan pelucutan senjata nuklir. Namun, seruan saja tidak cukup. Pemerintah harus menerjemahkan komitmen politisnya ke dalam suatu tindakan yang konkret.
Meratifikasi TPNW merupakan bentuk konkret kebijakan luar negeri untuk menciptakan ketertiban dunia.
Kedua, Indonesia perlu memperkuat tekanan internasional. Ratifikasi dari Indonesia akan secara signifikan memperkuat kekuatan komunitas internasional dalam menekan sembilan negara nuklir untuk melucuti senjata nuklirnya karena posisi Indonesia sangat diperhitungkan sebagai negara menengah dan koordinator kelompok kerja perlucutan senjata dari Gerakan Non-Blok.
Pelucutan senjata nuklir merupakan isu global, bukan isu nasional bagi setiap negara pemilik senjata nuklir saja.
Karena dampak destruktif senjata nuklir yang bersifat global, Indonesia dan negara-negara lain yang tidak memiliki senjata nuklir harus meratifikasi TPNW sebagai upaya menggalang kekuatan bersama untuk mendesak sembilan negara nuklir menghentikan program nuklirnya dan bergabung ke dalam TPNW.
Oleh karena itu, berbagai elemen masyarakat di Indonesia, mulai dari akademisi, wartawan, hingga aktivis dari pelbagai organisasi non-pemerintah seperti Komite Internasional Palang Merah (ICRC) dan Kampanye Internasional untuk Menghapuskan Senjata Nuklir (ICAN), harus bersatu untuk bersama-sama menekan pemerintah agar segera meratifikasi TPNW.
Selain itu, advokasi dan kampanye isu pelucutan senjata nuklir harus dilakukan lebih efektif agar masyarakat semakin waspada akan isu ini dan kemudian ikut berpartisipasi dalam mendesak pemerintah agar segera meratifikasi TPNW.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.