Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Abhiram Singh Yadav, M.Sos
Pengamat Politik Hubungan Internasional

Pengamat Politik Hubungan Internasional | Ketua Umum Ikatan Alumni Magister Hubungan Internasional - Universitas Pelita Harapan

 

Gotong Royong Melawan Pandemi

Kompas.com - 21/02/2021, 21:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Abhiram Singh Yadav, M.Sos*

PANDEMI Covid-19 telah menjadi kenormalan baru dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada saat kita memasuki tahun 2021.

Anggapan kenormalan baru ini pun kerap menjadi problematika tersendiri di kala masyarakat secara umum maupun figure publik mengesampingkan bahaya pemaknaan sesungguhnya ‘hidup berdampingan’ dengan virus Covid-19.

Hal ini kemudian berdampak pada peningkatan drastis angka kasus positif Covid-19 di akhir tahun 2020 dan awal 2021.

Kemudian, kehadiran program vaksinasi nasional dalam rangka solusi penangulangan pandemik Covid-19 menjadi secercah harapan baru di awal tahun 2021 akan tanggung jawab pemerintah dalam melindungi masyarakat yang selaras dengan amanat Pasal 28 H (ayat 1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Baca juga: WHO Jelaskan soal Efek Samping Setelah Disuntik Vaksin Covid-19

Harapan ini sekaligus tidak luput dari kekhawatiran terjadinya perasaan comfort zone (zona nyaman) yang justru dapat menimbulkan ignorance terhadap pelaksanaan protokol kesehatan.

Tentu hal ini sesungguhnya dapat di antisipasi dengan penerapan hukum yang ketat melalui pengawasan intensif. Persoalnya sejauh mana konsistensi akan tindakan pengawasan melalui instrumen hukum yang ada.

Nampaknya, persoalan utama dalam hal ini adalah public memory is short (memori publik itu pendek). Kita kerap lupa atau mengesampingkan peristiwa masa lalu, sebagaimana kita kerap mengesampingkan protokol kesehatan dengan menganggapnya sebagai sesuatu yang sudah biasa dan bukan lagi ‘darurat luar biasa’.

Sebagaimana juga kita kerap mengesampingkan bahwa sesugguhnya pengelolaan darurat pandemi tidak terlepas dari gerakan gotong-royong dengan saling menjaga demi bertahan hidup di masa pandemik ini.

Sebagaimana dicetuskan oleh Prof Mohammad Nasroen (1907-1968), gotong-royong memiliki kharakteristik dari Bahasa Jawa yang berarti mengangkat (gotong) dan bersama (royong).

Hal ini kemudian menjadi dasar filsafat Indonesia sebagaimana tercermin pada sila-sila Pancasila. Dalam konteks pandemi, filasafat ini menjadi relavan saat aktor negara, aktor non-negara dan masyarakat dituntut untuk bekerjasama menjaga lingkungan sekitar serta saling melindungi terhadap penyebaran virus Covid-19.

Lebih lanjut, sebagaimana diutarakan oleh Guru Besar Univeritas Pelita Harapan Prof Aleksius Jemadu, melemahnya multilaterlisme di masa pandemik Covid-19 membuat negara tidak dapat saling bergantung dan justru menguatkan nasionalisme.

Baca juga: Usaha Penyamakan Kulit Magetan Turun Drastis Saat Pandemi, Malah Laku Saat Jadi Krupuk

Dalam konteks Indonesia, tentu premis ini dapat di benarkan khususnya jika kita melihat kembali peran masyarakat, dokter, aktor non-negara (non-state actor) hingga aktor negara (state actor) yang saling bahu-membahu pada awal kegelapan pandemi Covid-19, ketika saat yang sama negara-negara lainnya menghadapi tantanganya tersendiri.

Gotong-royong dalam konteks Indonesia bukanlah suatu volunteerism (kesukarelaan) dalam pemikiran modern, melainkan jati diri sesungguhnya bangsa Indonesia yang terbentuk melalui proses perjalanan sejarah yang panjang.

Persoalannya adalah, apakah kita menyadari pentingnya konsistensi pemaknaan gotong royong secara menyeluruh dalam penanggulangan pandemik Covid-19?

Gotong-royong dalam kegelapan

Dalam kejutaan pandemik abad ke-21 ini, para state actors (aktor negara) berhadapan dengan kepanikan dalam menganggani virus yang menjadi ‘musuh global yang tak terlihat’.

Harapan atas pengalaman hipotesis flu burung bahwa virus akan menghilang menjelang musim panas pun tidak pernah terjadi.

Bahkan beberapa pimpinan negara membangun harapan akan adanya secercah sinar di ujung terowongan (light at the end of the tunnel). Nampaknya, terowongan yang di maksud selama ini kemungkinan adalah jalan menuju vaksin Covid-19.

Baca juga: Saat Warga di Yogyakarta Gotong Royong Dirikan Shelter Tangguh untuk Pasien Covid-19 yang Antre Dirawat di RS

Namun, di era globalisasi kini, negara bukanlah aktor tunggal dalam meyelesaikan persoalan dunia saat ini. Justru negara-negara menghentikan kegiatan globalisasi di saat kerjasama global sangat dibutuhkan.

Selama satu tahun pertama pandemi, negara dituntut atau menuntut dirinya sendiri untuk mampu mengatasi pandemi kesehatan ini secara mandiri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com