MA saat itu dilaporkan karena statusnya di Blackberry Messenger (BBM) yang berisi penolakan pada salah satu calon kepala daerah di Makassar, yang merupakan adik seorang koruptor.
Meski diputus tidak bersalah, namun MA sempat mendekam di penjara selama 100 hari saat proses penyelidikan, penyidikan hingga peradilan berlangsung.
MA mengaku kedua orang tuanya mengalami trauma ketakutan, dan memilih menjual serta pindah dari rumah yang lama untuk menghindari rasa takut tersebut.
"Kedua orang tua saya sampai ketakutan, karena apa, yang menjerat saya adalah orang besar di wilayah itu. Yang tersiksa dalam proses hukum tidak cuma saya tapi juga keluarga," cerita MA.
"Bagaimana keluarga harus menghadapi kehilangan karena salah satu anggotanya dipenjara, hanya karena masalah ketersinggungan," sambung MA.
Menurut MA, meski diputus bebas, namun perasaan trauma itu masih muncul.
Ia selalu dihantui ketakutan apakah masyarakat akan menerimanya kembali.
Baca juga: Selain UU ITE, KUHP Dinilai Perlu Direvisi untuk Hentikan Aksi Saling Lapor
"Yang dialami banyak korban karena UU ITE ini adalah juga pertanyaan bahwa setelah diputus bebas atau keluar dari tahanan apakah masyatakat masih mau menerima keberadaan kita," pungkas MA.
Adapun Presiden Joko Widodo membuka wacana merevisi UU ITE jika dirasa tidak bisa menghadirkan keadilan.
Jokowi menyebut akan mengajak DPR untuk merevisi pasal-pasal karet yang dalam implementasinya menciptakan multitafsir.
"Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," ujar Jokowi, Senin (15/2/2021) lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.