JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jerry Sumampouw menilai, revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tetap harus dilakukan.
Ia mengatakan, jika tidak dilaksanakan tahun ini, ada baiknya revisi UU Pemilu diagendakan pada 2022.
"Katakan lah tidak terjadi tahun ini karena sudah kesepakatan DPR, saya kira agenda revisi harus diagendakan juga paling tidak tahun depan," kata Jerry dalam diskusi daring, Jumat (19/2/2021).
Jerry menjelaskan, revisi tahun di 2022 perlu dilakukan agar DPR dan pemerintah memiliki waktu yang lebih banyak untuk mendengar masukan dari berbagai pihak.
Sehingga, nantinya UU hasil revisi menjadi lebih baik terutama dalam hal pemilu keserentakan.
Baca juga: Tak Mau UU Pemilu Direvisi, Pemerintah Dinilai Butuh Stabilitas Politik
"Ruang percakapan dan waktu bicara itu bisa lebih panjang dan kita bisa menerima banyak masukan," ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa persoalan teknis tidak bisa dijadikan alasan utama untuk melakukan revisi UU Pemilu.
Menurut Jerry, revisi UU Pemilu harus dikaitkan dengan sistem kepartaian dan sistem kepemiluan di Indonesia.
"Karena Undang-Undang Pemilu, atau sistem pemilu kita itu tidak bisa semata-mata berdiri sendiri. Dia harus punya kaitannya dengan sistem supaya nanti selaras," ucap dia.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno menegaskan bahwa pemerintah tak ingin Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu direvisi.
Baca juga: Enggan Revisi UU Pemilu, Kemendagri Bertekad Laksanakan UU Nomor 7 Tahun 2017
Alasannya, pemerintah tidak mau suatu undang-undang diubah dengan mudah.
"Pemerintah tidak menginginkan revisi dua undang-undang tersebut ya, prinsipnya ya jangan sedikit-sedikit itu UU diubah," kata Pratikno melalui tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (16/2/2021).
Senada dengan pemerintah, DPR pun juga memutuskan tidak akan merevisi UU Pemilu. Padahal DPR sepakat ingin melakukan revisi UU Pemilu.
Sementara di DPR, hampir seluruh fraksi, kecuali Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Demokrat, menyatakan penolakan terhadap revisi UU Pemilu.
Baca juga: Tak Mau UU Pemilu Direvisi, Pemerintah Dinilai Butuh Stabilitas Politik
Terkait dinamika ini, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya menyebut bahwa pihaknya menunggu keputusan Komisi II DPR.
Menurut Willy, berdasarkan aturan yang ada, Komisi II sebagai pengusul revisi UU Pemilu dapat menarik usulannya sebelum disahkan dalam rapat paripurna.
"Baleg masih berpatokan pada surat Komisi II untuk melakukan harmonisasi dan sinkronisasi. Kalau itu ditarik, itu hak Komisi II tapi Baleg menunggu surat dari pimpinan Komisi II untuk menarik itu," kata Willy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.