Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nilai Pasal 28 Ayat 2 UU ITE Multitafsir, Pengamat Pertanyakan Kedudukan Hukum Presiden

Kompas.com - 19/02/2021, 17:29 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Analis politik Exposit Strategic Arif Susanto mempertanyakan Pasal 28 ayat 2 dalam Undang-undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang dinilainya telah menjerat korban, salah satunya dugaan penyebaran kebencian atau penghinaan terhadap presiden dan pemerintah.

Menurut dia, munculnya korban dari pasal tersebut menimbulkan pertanyaan apakah presiden memiliki kedudukan hukum lebih tinggi dibandingkan warga negara biasa.

"Sejak kapan presiden punya kedudukan hukum yang lebih tinggi dibandingkan warga negara biasa?" tanya Arif dalam diskusi media bertajuk "Revisi UU ITE: Setelah Korban Berjatuhan" Jumat (19/2/2021).

Baca juga: Soal Revisi UU ITE, Pemerintah dan DPR Dinilai Tak Paham Kebutuhan Masyarakat

Oleh karena itu, ia melihat pasal 28 ayat 2 termasuk multitafsir yang selama ini dinilai sebagai pasal karet dalam UU ITE.

Arif menuturkan ada dua poin untuk melihat seperti apa multitafsir dalam Pasal 28 ayat 2. Pertama, pasal 28 ayat 2 sebenarnya serupa dengan pasal 207 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penghinaan terhadap Penguasa.

Menurut Arif, pasal di KUHP mengancam hukuman sepertiga lebih berat dibandingkan penghinaan terhadap warga negara biasa.

"Ini menunjukkan ada problem serius dengan equality before the law, kesetaraan di hadapan hukum," ujarnya.

Baca juga: Tak Satu Suara, Keseriusan Pemerintah soal Revisi UU ITE Diragukan

Sebab, ia menilai bahwa dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sudah menyatakan bahwa semua orang berkedudukan sama di hadapan hukum.

Sementara, Arif melihat sedikitnya ada lima orang ditangkap dan dijerat Pasal 28 ayat 2 UU ITE karena dugaan penyebaran kebencian atau penghinaan terhadap Presiden Jokowi dan pemerintah.

"Jadi kalau yang saya hina presiden, hukuman ancamannya lebih berat, dibandingkan kalau saya hina warga biasa. Nah memang sejak kapan presiden punya kedudukan hukum lebih tinggi?" ungkapnya.

Lebih lanjut, Arif juga menerangkan pasal lain di UU ITE yang dinilainya multi tafsir yaitu pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik.

Baca juga: Presiden Didesak Segera Perintahkan Menkumham Mulai Revisi UU ITE

Ia mengambil contoh sedikitnya sudah ada enam orang yang terjerat pasal tersebut. Contoh yang diambilnya yaitu kasus Prita Mulyasari dan Baiq Nuril

"Dia dibebaskan hanya setelah peninjauan kembali dan memperoleh perhatian Presiden Megawati kala itu. Kedua, kasus Ibu Baiq Nuril itu berakhir hanya setelah memperoleh amnesti yang artinya dia sekadar menganulir putusan terdahulu. Jadi esensi bu Baiq Nuril dipidana karena kesalahan tertentu tidak ter-cover," jelasnya.

Berkaca pada kasus-kasus yang ada, Arif menyarankan agar muatan-muatan penghinaan tersebut dapat dibuat secara spesifik dalam hukum. Sehingga, pada akhirnya tidak menimbulkan persepsi adanya pasal karet.

Sebab, ia menilai beberapa kasus yang terjadi justru dapat diselesaikan secara mediasi karena merupakan perkara sepele.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Nasional
Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Nasional
Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Nasional
Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Nasional
Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com