JAKARTA, KOMPAS.com - Imam Besar Masjid Istiqlal K.H. Nasaruddin Umar mengatakan, selama ini belum pernah ada pendidikan ulama perempuan secara khusus.
Hal itulah yang mendorong Masjid Istiqlal akan membuat pendidikan kader ulama perempuan seiring ditandatanganinya nota kesepahaman yang dilakukan bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
"Belum pernah ada pendidikan ulama perempuan secara khusus, yang ada adalah pendidikan kader ulama tapi tidak ada stressing point-nya terhadap perempuan," ujar Nasaruddin usai menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) antara Kementerian PPPA dengan Badan Pengelola Masjid Istiqlal (BPMI) tentang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak berbasis masjid, Jumat (19/2/2021).
"Dan yang akan kami buat di Istiqlal ialah pendidikan kader ulama perempuan. Jadi stressing point-nya adalah para perempuan," sambungnya.
Baca juga: Imam Besar Istiqlal: Pemberdayaan Masyarakat Berawal dari Penguatan Keluarga
Nasaruddin mengatakan, selama ini sudah banyak ulama, tetapi ulama perempuannya sangat langka.
Bahkan di seluruh dunia, kata dia, tidak pernah terdengar ada ketua majelis ulama yang merupakan perempuan.
Padahal, tegas Nasaruddin, hal tersebut tidak dilarang apalagi haram.
"Kami ingin ke depan itu perempuan punya kekuatan intelektual untuk mengkaji kitab suci Al-Quran dan hadits. Ada hadits, perlu mencari pengetahuan bagi kaum laki-laki dan perempuan, jadi laki-laki dan perempuan tidak ada bedanya," kata dia.
"Karena itu, kami akan lakukan pendidikan keluarga ini berbasis rumah tangga atau masjid," lanjut dia.
Baca juga: Kementerian PPPA-Istiqlal Kerja Sama Pemberdayaan Perempuan dan Anak Berbasis Masjid
Ia pun mengaku gembira karena Kementerian PPPA memiliki respons yang baik dengan gagasan-gagasan dari pihaknya yang sejalan dengan program Kementerian PPPA.
Salah satu isu yang akan dikerjakan olehnya adalah pendidikan kader ulama perempuan yang bahkan menarik perhatian dunia.
"Begitu kami isukan bahwa kami akan mendirikan pendidikan kader ulama perempuan, maka sejumlah negara juga sangat tertarik untuk mengikutsertakan warganya masuk ke sini karena hampir tidak ada di luar negeri, tidak ada di Mesir dan lainnya yang spesifikasinya pendidikan kader perempuan," kata Nasaruddin.
Baca juga: Kementerian PPPA: Angka Perkawinan Anak Indonesia Jadi Sorotan Dunia
Nasaruddin mengatakan, Indonesia melalui Masjid Istiqlal adalah yang pertama memulai pendidikan kader ulama perempuan tersebut.
Ia pun berharap nantinya hasil pendidikan tersebut bisa menyuplai ulama-ulama perempuan di setiap provinsi sehingga pembacaan Al-Quran tidak bias gender.
"Jadi pembacaan hadist itu juga memiliki keseteraan gender karena selama ini yang menjadi mufassir (orang yang menerangkan makna atau kandungan Al-Quran) di jajaran majelis ulama itu didominasi bukan perempuan, padahal persoalan-persoalan yang dihadapi dalam bermasyarakat banyak berkaitan dengan masalah rumah tangga," ucap dia.