JAKARTA, KOMPAS.com - Rasio jumlah kasus positif atau positivity rate Covid-19 di Indonesia mencapai 40,07 persen, pada Kamis (18/2/2021). Angka ini merupakan yang tertinggi selama pandemi berlangsung hampir 12 bulan.
Positivity rate merupakan rasio jumlah kasus konfirmasi positif Covid-19 berbanding dengan total tes atau pemeriksaan di suatu wilayah.
Cara menghitung positivity rate yakni dengan membagi antara jumlah total kasus positif harian dengan jumlah orang diperiksa dan dikalikan 100.
Positivity rate didapatkan dari laporan perkembangan data penanganan Covid-19 yang disampaikan pemerintah pada Kamis sore.
Baca juga: UPDATE: Tambah 9.039, Indonesia Kini Catat 1.252.685 Kasus Covid-19
Pemerintah melaporkan penambahan 9.039 kasus Covid-19, sehingga total ada 1.252.685 kasus di Indonesia sejak 2 Maret 2020.
Penambahan kasus baru itu didapatkan dari pemeriksaan terhadap 24.248 spesimen yang diambil dari 22.556 orang.
Selain itu, data pemerintah menunjukkan saat ini ada 1.058.222 pasien Covid-19 dinyatakan sembuh dan 33.969 kasus kematian akibat virus corona Covid-19.
Berdasarkan data yang sama dilaporkan pula 160.494 kasus aktif Covid-19.
Baca juga: UPDATE: Kasus Aktif Covid-19 di Indonesia Mencapai 160.494 Orang
Sementara, rekor positivity rate di Indonesia sebelumnya tercatat pada Selasa (16/2/2021). Saat itu, positivity rate Covid-19 tercatat sebesar 38,34 persen.
Positivity rate Covid-19 di Indonesia patut menjadi perhatian, sebab berada di atas 10 persen dan melebihi standar Badan Kesehatan Dunia ( WHO).
Adapun batas positivity rate standar WHO sebesar lima persen.
Terkait hal ini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan soal tingginya positivity rate Covid-19. Ia menyebut kondisi ini abnormal dan diduga karena sejumlah faktor.
"Kapan ini (pandemi) akan selesai? Buat saya masih terlalu dini untuk saya berikan kesimpulan. Kenapa? Karena data positivity rate kita abnormal, tinggi sekali," ujar Budi, dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (17/2/2021).
Baca juga: Menkes: Positivity Rate Covid-19 Kita Abnormal, Tinggi Sekali...
Budi menuturkan tiga hipotesis yang perlu dibuktikan.
Pertama, Kemenkes mengamati bahwa banyak data dari hasil tes swab PCR jika hasilnya negatif, tidak langsung dikirim ke sistem data pusat.
Sehingga, data yang diterima Kemenkes lebih banyak merupakan data kasus positif Covid-19.
Lantas, mengapa hasil negatif tidak dimasukkan?
Budi mengatakan, setelah pengecekan ke sejumlah rumah sakit (RS) dan laboratorium, ditemukan jumlah data terlalu banyak.
"Lalu user interface memasukkan ke sistem aplikasi kita masih rumit. Maka itu mengakibatkan banyak laboratorium yang memasukkan data hasil pemeriksaan yang positif dulu," ungkap Budi.
"Sehingga hasil pemeriksaan negatif tidak dimasukkan. Sebab lainnya, pemeriksaan positif dicatat agar segera bisa diisolasi. Ini mengakibatkan positivity rate naik," tuturnya.
Baca juga: Positivity Rate Indonesia Tinggi, Menkes Ungkap 3 Dugaan Penyebabnya
Penyebab kedua adalah ada kemungkinan jumlah pemeriksaan atau testing Covid-19 masih kurang. Sementara, banyak kasus positif di masyarakat.
Untuk memastikan kondisi di lapangan, Kemenkes menyebut akan memperbanyak pemeriksaan dengan rapid test antigen.
Ketiga, Budi menyebut masih banyak laboratorium yang belum konsisten memasukkan laporan hasil pemeriksaan mereka. Akibatnya, ada data yang terlambat dilaporkan atau mengalami penumpukan.
Kondisi ini pun mempengaruhi tingginya positivity rate.
Baca juga: Tingginya Positivity Rate Covid-19 dan Penjelasan Menkes Budi Gunadi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.