Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICJR: Revisi UU ITE Harus Menghilangkan Pasal Karet Bukan Membuat Pedoman Interpretasi

Kompas.com - 18/02/2021, 17:52 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berencana segera menyusun pedoman interpretasi resmi terhadap Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Rencana itu disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, Selasa (16/2/2021).

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menegaskan, pemerintah seharusnya mencabut pasal-pasal karet, bukan membuat pedoman interpretasi.

"Pemerintah seharusnya mencabut seluruh pasal-pasal yang dinilai bermasalah dan rentan disalahgunakan akibat penafsiran yang terlalu luas," ujar Erasmus dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (18/2/2021).

Erasmus menjelaskan, dalam UU ITE pengaturan tentang tindak pidana pada ekspresi seperti penghinaan, perbuatan menyerang kehormatan seseorang dan ujaran kebencian samar pemenuhan unsur pidananya dan subjektif penilaiannya.

"Kualifikasi sebuah perbuatan dianggap sebagai tindak pidana pada ekspresi, sangat sulit memiliki standar interpretasi yang tegas dan memiliki kepastian hukum," kata Erasmus.

Baca juga: Demokrat Nilai Pemerintah Tak Punya Dasar Hukum soal Pedoman Interpretasi UU ITE

Erasmus menilai, penetapan pedoman interpretasi itu justru membuka ruang-ruang baru praktek kriminalisasi.

"Oleh karena itu pembuatan pedoman interpretasi resmi terhadap UU ITE merupakan langkah yang tidak menyelesaikan akar permasalahan, justru berpotensi membuka ruang interpretasi lain yang tidak mustahil lebih karet dibandingkan pasal-pasal UU ITE sendiri," tuturnya.

Selain itu, Erasmus menjelaskan bahwa tidakan pidana terkait ekspresi tidak hanya diatur dalam UU ITE, tapi juga dalam Undang-undang lain.

Ia mencontohkan seperti pidana kasus defamasi yang diatur dalam Pasal 310 dan 31 KUHP, penodaan agama dalam pasal 156a KUHP, penyebaran berita bohong pada Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

"Ketentuan pemidanaan berbagai peraturan tersebut juga punya permasalahan yang sama dengan UU ITE, yaitu tidak adanya standar yang jelas dan penilaian subjektif pada terpenuhinya perbuatan pidana itu," katanya.

"Rencana pembuatan pedoman interpretasi pada UU ITE menjadi langkah keliru, karena dengan logika yang sama seharusnya semua ketentuan pemidanaan kepada ekspresi dibuatkan pedoman yang serupa," sambung Erasmus.

Baca juga: Soal Pedoman Interpretasi, Fraksi PAN Ingatkan Keinginan Presiden Revisi UU ITE

Erasmus menduga penyusunan pedoman interpretasi UU ITE nantinya tidak akan berdampak pada ruang kebebasan sipil, tapi justru mengancam budaya demokrasi.

"Ketentuan tindak pidana pada ekspresi ini telah membungkam dan memakan banyak korban, juga menciptakan budaya saling lapor melapor di masyarakat. Hal ini bukan situasi ideal dalam kehidupan demokrasi di sebuah negara," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com