Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuasa Hukum Juliari: Hukuman Mati Hanya Ada di Negara Komunis dan Indonesia

Kompas.com - 18/02/2021, 16:38 WIB
Irfan Kamil,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum mantan Menteri Sosial Juliari Batubara, Maqdir Ismail, mengatakan aturan mengenai hukuman mati untuk perkara korupsi tidak lagi digunakan di negara demokrasi. Meskipun, Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) masih berlaku.

Hal itu ia sampaikan dalam menanggapi usulan penerapan hukuman mati terhadap kliennya dalam kasus dugaan suap bantuan sosial Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek.

Usulan itu diungkapkan oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej.

"Aturan tentang hukuman mati dalam perkara korupsi hanya ada di beberapa negara komunis dan Indonesia. Tidak dianut lagi oleh negara demokrasi,” kata Maqdir kepada Kompas.com, Kamis (18/2/2021).

Baca juga: Maqdir Ismail: Penyataan Wamenkumham Soal Hukuman Mati Bisa Beratkan Penegak Hukum

Di sisi lain, Maqdir menilai ketentuan soal pidana mati dalam UU Tipikor sangat longgar.

Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor menyatakan, dalam hal tertentu pidana mati dapat dijatuhkan terhadap terdakwa kasus korupsi.

Kemudian dalam bagian penjelasan, frasa "keadaaan tertentu" didefinisikan sebagai keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi, apabila tindak pidana dilakukan terhadap dana untuk penanggulangan keadaan bahaya dan bencana alam nasional.

Kemudian, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, krisis ekonomi dan moneter serta pengulangan tindak pidana korupsi.

“Ukuran untuk menjatuhkan hukuman mati yang dijelaskan oleh penjelasan Pasal 2 ayat (2) ini sangat longgar interpretasinya,” kata Maqdir.

Baca juga: Wakil Ketua KPK Sebut Mantan Mensos Juliari Batubara Bisa Dijatuhi Hukuman Mati

Maqdir menilai, pernyataan hukuman mati untuk kliennya oleh Eddy Hiariej dapat menjadi beban aparat penegak hukum.

Menurut dia, sebaiknya pejabat pemerintah tidak mengumbar pernyataan terkait perkara yang sedang ditangani oleh KPK atau Kejaksaan Agung dan Polri.

Sebab, pernyataan itu akan perdebatan yang tidak perlu mengenai penjatuhan hukuman mati terhadap orang diduga melakukan perbuatan pidana korupsi.

“Komentar seperti ini selain memberatkan penegak hukum, hal itu akan memengaruhi opini publik, yang belum tentu berakibat baik bagi proses hukum yang sedang berjalan,” kata Maqdir 

“Pernyataan Wamen ini sadar atau tidak sadar akan digoreng sebagai tuntutan politik dalam penegakan hukum,” ucap dia.

Baca juga: Wamenkumham Sebut Edhy Prabowo dan Juliari Batubara Layak Dituntut Hukuman Mati

 

Sebelumnya, Eddy menilai Juliari dan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo layak dituntut hukuman mati.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Nasional
Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Nasional
Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Nasional
Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Nasional
Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Nasional
Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Nasional
Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Nasional
Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Nasional
Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Nasional
PDI-P Sebut Jokowi dan Gibran Tak Lagi Kader, Zulhas: Sudah Ada Rumahnya, PAN ...

PDI-P Sebut Jokowi dan Gibran Tak Lagi Kader, Zulhas: Sudah Ada Rumahnya, PAN ...

Nasional
Saksi Sebut Pemenang Lelang Proyek Tol MBZ Sudah Diatur

Saksi Sebut Pemenang Lelang Proyek Tol MBZ Sudah Diatur

Nasional
PAN Prioritaskan Kader Sendiri untuk Maju Pilkada 2024

PAN Prioritaskan Kader Sendiri untuk Maju Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com