Adapun Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid menyatakan, parlemen siap untuk membahas kembali UU ITE sebagaimana yang diusulkan oleh Presiden Jokowi.
Meutya mengatakan, revisi UU ITE dapat diajukan oleh Pemerintah, sehingga DPR akan menunggu Pemerintah untuk memasukkan usulannya tersebut.
"Terkait usulan dari Presiden Joko Widodo untuk merevisi UU ITE, kami menyambut baik dan siap untuk membahas kembali UU ITE. Revisi UU ITE bisa diajukan pemerintah, sehingga DPR akan menunggu pemerintah memasukkan usulannya terkait hal tersebut,” kata
Politikus Partai Golkar itu nenuturkan, DPR terus menerima masukan dari masyarakat dan akademisi terkait UU ITE setelah UU tersebut pertama kali direvisi pada 2016 lalu menjadi UU Nomor 19 Tahun 2016.
"Kami juga berharap akan ada peningkatan literasi digital, agar masyarakat aware terhadap penggunaan media sosial,” ujar Meutya.
Baca juga: Tahapan jika Revisi UU ITE Masuk Prolegnas Prioritas
Tak ada alasan yuridis yang menghambat
Sedianya, masyarakat sudah pernah menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa pasal di UU ITE yang dianggap multitafsir dan kerap dijadikan alat kriminalisasi di antara sesama masyarakat.
Pasal-pasal itu ialah Pasal 27 ayat 3 yang berbunyi “Melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Ada pula Pasal 28 ayat 2 yang berbunyi “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)”.
Namun uji materi terhadap dua pasal tersebut ditolak MK. MK berpendapat kedua pasal itu konstitusional dan tak bertentangan dengan UUD 1945.
Kendati demikian bukan tak mungkin pasal-pasal karet tersebut direvisi atau dihapus lewat kesepakatan politik di DPR antara partai-partai politik dengan pemerintah.
Baca juga: Langkah Pemerintah Susun Pedoman Interpretasi UU ITE Dipertanyakan
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menyatakan kedua pasal tersebut tetap bisa direvisi oleh DPR meskipun uji materinya pernah ditolak MK.
“Meskipun suatu pasal dalam UU pernah dimohonkan uji materi ke MK untuk dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, namun ditolak karena MK berpendapat bahwa norma UU yang dimohonkan untuk diuji itu tidak bertentangan dengan UUD 1945, DPR dan Presiden berwenang saja untuk mengubah materi muatan pasal tersebut,” kata
Yusril menuturkan kewenangan DPR bersama pemerintah untuk mengubah UU tidak dapat dicampuri oleh MK.
Karena itu DPR dan pemerintah tak perlu beralasan bahwa Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2 tak bisa direvisi lantaran pernah ditolak uji materinya oleh MK.