JAKARTA, KOMPAS.com - Tiga organisasi non-pemerintah menyayangkan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang mencontohkan penyelesaian kasus perkosaan dengan pendekatan restorative justice melalui pernikahan korban dan pelaku.
Ketiga organisasi itu adalah Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Indonesia Judicial Research Society (IJRS), dan Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP).
"ICJR, IJRS dan LeIP menyayangkan pernyataan ini. Ini adalah contoh kekeliruan memahami lahirnya restorative justice dan arti penting menerapkan nilai-nilai," ujar Direktur Eksekutif LeIP, Liza Farihah dalam keterangan tertulis, Kamis (18/2/2021).
Baca juga: Mahfud MD Angkat Kasus Pemerkosaan Bicarakan Restorative Justice, ICJR: Contohnya Salah
Liza menjelaskan, konsep restorative justice lahir bersamaan dengan gerakan penguatan hak korban.
Titik sentral dari konsep ini adalah menyelaraskan pemulihan korban dengan mekanisme-mekanisme penyelesaian sengketa yang memupuk pertanggungjawaban pelaku.
Untuk mencapai harmoni, proses penyelesaian sengketa tersebut bersifat pemulihan atau restoratif.
Liza menegaskan, bahwa restorative justice bukan soal membungkam hak korban untuk mendapatkan harmoni 'semu' di masyarakat.
Menurutnya, restorative justice bisa saja diterapkan dalam kasus perkosaan, tetapi titik sentral yang harus diperjuangkan adalah mendengarkan dan memberi ruang bagi korban untuk menyampaikan kerugiannya.
Baca juga: Komnas Perempuan: Restorative Justice Bukan Berarti Menikahkan Korban dan Pelaku Perkosaan
Termasuk membuat pelaku menyadari perbuatannya dan memahami dampak dari apa yang dilakukannya.
Selanjutnya, bisa dilakukan penyelarasan pertanggungjawaban pelaku untuk bisa berdampak positif bagi pemulihan korban.
"Pernyataan Menko Polhukam yang menilai restorative justice pada kasus perkosaan tidak untuk menangkap dan mengadili pelaku tidak tepat," tegas Liza.
"Meminta pelaku dan korban dinikahkan dengan alasan menjaga harmoni dan nama baik keluarga justru adalah contoh buruk praktik selama ini yang bertentangan dan tidak sejalan dengan nilai dan prinsip restorative justice," sambung Liza.
Baca juga: Pernyataan Mahfud soal Restorative Justice Kasus Pemerkosaan Dinilai Tak Berpihak pada Perempuan
Ia menuding pernyataan Mahfud tidak berpihak pada upaya untuk memberikan penguatan hak korban perkosaan atau pun kekerasan seksual.
Berdasarkan data survei Lentera Sintas Indonesia pada 2016 menunjukkan, 93 persen korban perkosaan tidak melaporkan kasusnya.
Salah satu alasan mendasarnya karena adanya ketakutan dengan narasi menyalahkan korban.