JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, pemerintah akan diuntungkan jika Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) tidak direvisi.
Keuntungan tersebut terkait dengan pelaksanaan pilkada serentak pada 2024 dan bertambah kuatnya otoritas pemerintah.
"Setidaknya berkaitan dengan dua hal ini. Pilkada tetap di 2024, lalu tetap ada ambang batas pencalonan presiden," ujar Titi dalam sebuah diskusi daring, Rabu (17/2/2021).
Baca juga: Tak Mau UU Pemilu Direvisi, Pemerintah Dinilai Butuh Stabilitas Politik
Salah satu poin perubahan dalam wacana revisi UU Pemilu yakni normalisasi jadwal pilkada dari 2024 menjadi 2022 dan 2023.
Titi menjelaskan, jika pilkada tetap digelar pada 2024 maka pemerintah akan memiliki otoritas yang makin kuat.
Sebab, kepala daerah yang habis masa jabatannya pada 2022 dan 2024 akan digantikan oleh penjabat yang ditunjuk oleh Kementerian Dalam Negeri.
"Penjabat ada kriterianya. Ada penjabat dalam jabatan madya dan pratama. Itu semua kan muaranya ke presiden," ungkap Titi.
Baca juga: Penolakan Pemerintah Revisi UU Pemilu dan Bantahan Terkait Anies atau Gibran...
Selain itu, ambang batas pencalonan presiden yang tidak berubah, sebesar 20-25 persen, akan menguntungkan bagi partai politik yang memiliki perolehan suara dan jumlah kursi yang besar.
"Juga ada partai yang diuntungkan dengan ambang batas pecalonan presiden, sebut saja misalnya PDI-P kalau boleh menyebut seperti itu," tuturnya.
Namun, Titi menilai, revisi UU Pemilu dan Pilkada justru tetap diperlukan untuk memperkuat tata kelola pemilu dan demokrasi.
Apabila tidak direvisi, ia menilai mutu demokrasi di Indonesia akan makin lemah dan performa partai politik menurun.
"Dan yang terakhir, membatasi kualitas dan kuantitas keterlibatan partisipatoris publik," ucap Titi.
Baca juga: Mensesneg Bantah Penolakan Revisi UU Pemilu dan Pilkada untuk Halangi Anies
Stabilitas politik
Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Aditya Perdana menilai kebutuhan akan stabilitas politik menjadi salah satu penyebab pemerintah menolak revisi UU Pemilu.
Menurut Aditya, pemerintah membutuhkan stabilitas politik guna memastikan program vaksinasi dan pemulihan ekonomi dapat berjalan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.