Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal UU ITE, Safenet: Yang Direvisi Pasalnya atau Perilaku Polisi?

Kompas.com - 17/02/2021, 19:29 WIB
Tatang Guritno,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network ( Safenet) Damar Juniarto mempertanyakan maksud Presiden Joko Widodo yang mewacanakan revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Damar mengaku tak mengetahui maksud dari pernyataan Presiden. Apakah merevisi pasal-pasal karet atau sekadar merevisi perilaku kepolisian dalam mengimplementasikan UU ITE tersebut.

Sebab Damar menilai saat ini belum ada komitmen yang jelas dari dua kementerian terkait dengan wacana revisi UU ITE, baik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) maupun Kementrian Hukum dan Ham (Kemenkumham).

“Saya sarankan kita pertanyakan kembali pada yang mengusulkan, apa sebenarnya bayangan Pak Jokowi terhadap wacana UU ITE ini. Yang direvisi pasal-pasalnya yang kemudian direvisi dengan mengeluarkan pedoman-pedoman, atau yang direvisi perilaku kepolisian dalam mengimplementasikan UU tersebut?” ujar Damar pada Kompas.com, Rabu (17/2/2021).

Baca juga: Di Tengah Wacana Revisi, Pemerintah Siapkan Pedoman Interpretasi Resmi UU ITE

Damar mengatakan, jika Kepala Negara hanya ingin melakukan revisi UU ITE dari sisi implementasi atau menitikberatkan pada pembenahan penafsiran UU tersebut oleh pihak kepolisian, itu tidak akan menyeleasikan masalah yang ada.

“Ini pola pikir yang jamak di kalangan pemerintah, menyalahkan pada kepolisian, polisinya tidak mampu menafsirkan, polisi membiarkan adanya kriminalisasi, kalo salahnya kepolisian kenapa kasus-kasus yang dianggap melanggar UU ITE diputus bersalah dalam pengadilan?” katanya.

Damar menilai seharusnya wacana revisi UU ITE ini befokus pada hal yang esensial yakni keberadaan pasal-pasal karet yang multitafsir.

Ia mencontohkan dua kasus hukum dengan pasal-pasal karet yang bermasalah pada UU ITE yang sempat menjerat Prita Mulyanasari dan Baiq Nuril.

“Misalnya kasus Baiq Nuril, itu sudah diputus bersalah oleh Mahkamah Agung, tapi kenapa Presiden kemudian memberi amnesti kalau kemudian yakin tidak ada yang keliru," kata Damar. 

"Lalu kasus Prita misalnya, itu menunjukan ada yang bermasalah, bukan sekadar pada proses penegakan Undang-Undangnya, tapi akar dan muaranya, serta dampak yang ditumbulkan dari pasal-pasal karet itu,” lanjutnya.

Adapun Prita digugat oleh RS Omni Internasional, Tangerang karena keluhannya pada pelayanan di rumah sakit itu melalui milis tersebar luas. Prita kemudian didakwa melanggar Pasal 27 Ayat 3 UU ITE.

Majelis Hakim PN Tangerang memutuskan Prita tidak bersalah. Namun Jaksa Penuntut Umum (JPU) melakukan kasasi dan dikablukan oleh Mahkamah Agung (MA) sehingga prita akhirnya diputus bersalah pada tahun 2011.

Prita kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan MA mengabulkan PK yang diajukan Prita pada 2012. Prita kemudian dinyatakan resmi bebas dari pidana akibat UU ITE.

Sedangkan Baiq Nuril dilaporkan karena merekam percakapan telefon dengan seorang Kepala Sekolah berinisial M. Dalam perbincangan itu, M menceritakan tentang perbuatan asusila yang dilakukan dirinya dengan sorang wanita yang dikenal Nuril. Merasa dilecehkan, Nuril akhirnya merekam perbincangan tersebut.

Baca juga: YLBHI: Revisi UU ITE Seharusnya Jadi Prioritas

Pada 2015, rekaman itu beredar luas di masyarakat Mataram dan Nuril dilaporkan ke polisi karena merekam dan menyebarkan rekaman tersebut. Pada 26 september 2018, MA lewat putusan kasasi menghukum Baiq Nuril 6 bulan penjara dan denda Rp.500 juta subside tiga bulan kurungan. Hakim menilai Nuril melakukan tindak pidana sesuai dengan Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 Ayat 1 UU ITE.

Namun, pada 29 Juli 2019, Presiden Joko Widodo menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) mengenai pemberian amnesti bagi Baiq Nuril. Dengan terbitnya amnesti itu, Nuril bebas dari jeratan hukum.

Sinyal merevisi UU ITE sebelumnya dilontarkan Jokowi. Ia meminta implementasi UU tersebut menjunjung prinsip keadilan.

Jokowi mengaku akan meminta DPR merevisi UU ITE apabila hal itu tidak terwujud. Baca juga: Selain UU ITE, Presiden Diminta Selesaikan Persoalan Kebebasan Berpendapat.

Baca juga: Selain UU ITE, Presiden Diminta Selesaikan Persoalan Kebebasan Berpendapat

"Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi undang-undang ini, Undang-undang ITE ini," kata Jokowi, saat memberikan arahan pada rapat pimpinan TNI-Polri di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/2/2021).

Jokowi bahkan mengatakan akan meminta DPR menghapus pasal-pasal karet yang ada di UU ITE karena pasal-pasal itu menjadi hulu dari persoalan hukum UU tersebut.

"Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," ujar Jokowi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com