Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan Komisi XI Sebut Utang Luar Negeri RI Belum Berbahaya, Ini Alasannya

Kompas.com - 17/02/2021, 14:23 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Eriko Sotarduga menilai, utang luar negeri Indonesia pada akhir kuartal IV 2020 tidak membahayakan atau tidak dalam kondisi lampu merah.

Pasalnya, ia mengatakan, utang Indonesia masih berada di bawah 40 persen dari produk domestik bruto atau gross domestic product (GDP).

"Indonesia GDP-nya itu 1,1 triliun dollar AS. Utangnya kurang lebih 400 miliar dollar AS, berarti kurang lebih masih di bawah 40 persen dari GDP. Sedangkan yang dikatakan kondisi itu sudah lampu merah kalau dia sudah di atas 80 persen dari GDP," kata Eriko saat dihubungi Kompas.com, Rabu (17/2/2021).

Oleh karena itu, ia berpandangan bahwa dari segi kriteria atau segi aturan yang dipakai internasional, kondisi utang Indonesia belum termasuk berbahaya.

Baca juga: Pemerintah Jokowi Tarik Utang Baru Rp 30 Triliun dari SUN

Eriko membandingkan kondisi utang Indonesia dengan beberapa negara di antaranya Amerika Serikat dan Jepang.

Menurutnya, dua negara tersebut memiliki utang di atas 100 persen dari GDP. Untuk beberapa negara Eropa, kata dia, utangnya sudah berada di atas 80 persen.

Eriko mengungkapkan, tidak ada satu pun negara di dunia yang tidak berutang. Bahkan dua AS dan Jepang yang merupakan negara maju, kata dia, justru memiliki utang lebih besar daripada GDP negaranya.

Kendati demikian, dia mengingatkan bahwa tidak masalah apabila suatu negara melakukan pinjaman atau utang.

Asalkan, utang atau pinjaman itu dilakukan untuk hal-hal yang produktif dan menghasilkan untuk negara tersebut.

"Pertama, apakah itu dibuat untuk nanti membuat Indonesia lebih bisa bersaing di tingkat internasional. Contohnya kita buat utang itu untuk membangun infrastruktur. Ini kan penting," jelasnya.

Eriko mengungkapkan, Indonesia membangun infrastruktur untuk mempermudah proses ekspor produk.

Ia menambahkan, pembangunan infrastruktur juga berkaitan dengan biaya perjalanan, biaya transportasi, hingga biaya akomodasi agar menjadi lebih murah.

"Tidak mungkin terjadi kalau itu memang tidak ada infrastruktur yang baik. Itu salah satu hal yang baik di dalam utang yang dipakai untuk infrastruktur," ungkapnya.

Selain itu, Eriko menganggap wajar apabila negara berutang untuk hal-hal yang produktif. Misalnya, dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia hingga pembangunan kilang minyak dan pembangunan berasaskan sustainable.

Ketiga, berkaitan dengan nilai tambah yang akan didapat Indonesia. Menurutnya, utang Indonesia wajar apabila dipakai untuk kegiatan yang betul-betul memberikan nilai tambah ke depannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Serba-Serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-Serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com