JAKARTA, KOMPAS.com - Sengketa lahan milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII di kawasan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat terus bergulir.
Di lahan tersebut, berdiri Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah milik Rizieq Shihab.
Beberapa waktu lalu, tepatnya pada 18 Desember 2020, PTPN VIII telah melayangkan somasi kepada pengelola pondok pesantren dan seluruh okupan di wilayah Perkebunan Gunung Mas, Puncak, Bogor.
Baca juga: Lahan Pesantren Rizieq Shihab Akan Diambil Alih, Ini Penjelasan PTPN VIII
PTPN VIII mengeklaim, lahan yang menjadi lokasi pesantren tersebut merupakan areal sah milik perusahaan berdasarkan sertifikat hak guna usaha (HGU) Nomor 299 tanggal 4 Juli 2008.
Menurut pihak PTPN VIII, penguasaan tanah yang menjadi lokasi pondok pesantren tidak memiliki izin dan persetujuan PTPN VIII selaku pemilik sah.
Lewat surat somasi itu, PTPN VIII meminta pengelola pondok pesantren menyerahkan lahan milik perusahaan yang ditempati selambat-lambatnya tujuh hari kerja.
"Markaz Syariah milik pimpinan FPI memang benar ada di areal sah milik kami. Sekian yang dapat kami sampaikan, mohon dapat dipahami," kata Sekretaris Perusahaan PTPN VIII Naning DT saat dihubungi Kompas.com, 24 Desember 2020.
Jika peringatan itu tidak diindahkan, PTPN VIII bakal melaporkan masalah tersebut ke polisi.
Tanggapan pihak Rizieq
Setelah disomasi, Rizieq, yang juga merupakan pemimpin Front Pembela Islam (FPI) sebelum organisasi tersebut dibubarkan pemerintah, angkat bicara.
Baca juga: Pihak Rizieq Shihab Tegaskan Tak Akan Serahkan Lahan Ponpes Megamendung ke PTPN VIII, kecuali...
Menurut dia, lahan tempat pondok pesantren dibeli dari petani. Dokumen pembelian pun sudah ditandatangani dan dilaporkan ke RT hingga gubernur.
Rizieq pun tak menampik bahwa status tanah pesantren adalah HGU atas nama PTPN VIII.
Akan tetapi, menurut dia, lahan itu telah digarap oleh masyarakat selama 30 tahun dan PTPN tidak pernah menguasai secara fisik, bahkan menelantarkannya.
Maka dari itu, mengacu pada Undang-Undang Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, masyarakat dinilai berhak untuk membuat sertifikat tanah yang digarapnya.
"Masyarakat Megamendung itu sendiri sudah 30 tahun lebih menggarap lahan tersebut. Jadi tanah yang didirikan Ponpes Markaz Syariah itu semua ada suratnya. Itulah yang dinamakan membeli tanah over garap," ucap Rizieq dalam keterangan tertulisnya yang diterima Kompas.com, 24 Desember 2020.
"Dan, para petani tersebut datang membawa surat yang sudah ditandatangani oleh lurah dan RT setempat," ucap dia.
Dilaporkan ke polisi
Sengketa itu pun berlanjut. PTPN VIII melaporkan total 250 orang, termasuk Rizieq, ke Bareskrim Polri dengan dugaan penggunaan lahan tanpa izin.
Baca juga: Sengketa Lahan Pesantren Rizieq Shihab dengan PTPN, Tim Advokasi: Somasi Tidak Tepat Sasaran
Laporan tersebut terdaftar dengan nomor LP/B/0041/I/2021/Bareskrim tertanggal 22 Januari 2021.
"Melaporkan terkait penguasaan lahan yang dikuasai oleh pihak-pihak yang kami sudah berikan peringatan terlebih dahulu terhadap pihak-pihak tersebut," kata kuasa hukum PTPN VIII Ikbar Firdaus Nurahman dikutip dari Antara, 22 Januari 2021.
Menanggapi hal itu, Ketua Bantuan Hukum Front Pembela Islam (FPI) Sugito Atmo Prawiro pun menyesalkan laporan terhadap Rizieq.
Sugito mengatakan, lahan yang digunakan untuk pondok pesantren dibeli secara sah dari penggarap dan memiliki bukti yang hitam di atas putih.
Ia pun menduga, PTPN VIII sengaja mempermasalahkan lahan yang sudah lama ditelantarkan tersebut.
“Kalau menurut saya PTPN VIII itu masuk ke dalam grand design untuk ngerjain Habib Rizieq dalam skala yang lebih besar,” kata Sugito kepada Kompas.com, 24 Januari 2021.
Baca juga: Rizieq Shihab Dilaporkan soal Lahan Pesantren, FPI: Itu Grand Design untuk Kerjai Kami
Tak hanya ke Bareskrim Polri, PTPN VIII melaporkan dugaan penyerobotan lahan itu ke Polda Jawa Barat.
Total, 29 laporan yang dilayangkan PTPN VIII, yakni dua laporan ke Bareskrim dan 27 laporan lainnya ke Polda Jabar.
Aparat kepolisian pun tengah mendalami laporan-laporan tersebut.
Ingin ambil alih
Belum lama ini, pihak PTPN VIII pun mengaku ingin mengambil alih lahan perkebunan di Megamendung tersebut, termasuk yang ditempati pondok pesantren.
Menurut PTPN VIII, pihaknya berupaya melakukan langkah penyelamatan aset-aset negara serta mengoptimalkan lahan yang masih produktif untuk dikelola agar menjadi pendapatan bagi negara.
Maka dari itu, PTPN VIII meminta semua pihak yang menggunakan lahan perkebunan tanpa izin segera menyerahkannya.
"Betul, itu ditujukan untuk seluruh okupan (termasuk lahan Pesantren Rizieq Shihab) ya," kata Naning dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Rabu (10/2/2021).
Baca juga: Bareskrim Masih Proses Laporan PTPN VIII terhadap Rizieq Shihab soal Lahan Pesantren
Menanggapi pernyataan PTPN, pihak Rizieq menegaskan tidak akan menyerahkan lahan tempat pondok pesantren sebelum ada putusan pengadilan.
"Jadi dari kami tidak akan pernah menyerahkan apa pun kepada PTPN VIII kecuali ada putusan hukum yang mempunyai kekuatan hukum tetap,” ungkap Sugito ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (16/2/2021).
Sugito menuturkan, pihaknya masih menunggu proses hukum terkait laporan yang dilayangkan oleh PTPN VIII ke kepolisian.
Meski begitu, ia juga berharap agar persoalan tersebut dapat diselesaikan tanpa melalui proses hukum.
Sebab, Sugito mengeklaim, HGU milik PTPN VIII atas lahan yang disengketakan telah dibatalkan dan putusannya sudah inkrah di tingkat kasasi.
Menurut dia, putusan itu berdasarkan gugatan terhadap HGU milik PTPN VIII yang diajukan oleh sembilan penggarap lahan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Akan tetapi, Sugito mengaku masih perlu mengecek apakah lahan yang menjadi lokasi pondok pesantren termasuk dalam gugatan.
"Tetapi, semoga PTPN bisa berpikir jernih bahwa tidak perlu sampai proses hukum, tetapi kan pernah ada gugatan oleh sembilan penggarap di mana HGU dari pihak PTPN dikalahkan karena memang betul-betul tanah itu tidak dirawat dan ditelantarkan,” kata dia.
Baca juga: Rizieq Shihab Dilaporkan soal Lahan Pesantren di Megamendung, FPI: Kami Punya Bukti
Alasan lainnya yakni pihak Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) bersedia menjadi mediator.
Sugito mengaku sudah bertemu dengan salah satu deputi di Kemenko Polhukam bernama Sugeng Purnomo.
“Mereka (Kemenko Polhukam) berjanji akan memanggil PTPN VIII dan kalau memang nanti sudah dipanggil dan ada yang perlu diklarifikasi, perlu didiskusikan atau perlu mediasi, pihak Menko Polhukam melalui deputinya Pak Sugeng Purnomo siap untuk melakukan itu,” tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.