JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah mebuka peluang revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
UU tersebut selama ini kerap jadi momok masyarakat untuk menyampaikan pendapat di ruang digital.
Wacana revisi UU ITE pertama kali dilontarkan oleh Presiden Joko Widodo. Ia mengaku bakal meminta DPR memperbaiki UU tersebut jika implementasimya tak berikan rasa keadilan.
"Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi undang-undang ini, Undang-undang ITE ini," kata Jokowi saat memberikan arahan pada rapat pimpinan TNI-Polri di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/2/2021).
Baca juga: Mahfud: Pemerintah Akan Diskusikan Inisiatif Revisi UU ITE
Menurut Jokowi, hulu persoalan dari UU ini adalah pasal-pasal karet atau yang rawan diterjemahkan secara multitafsir.
Oleh karena itu, jika revisi UU ITE dilakukan, ia akan meminta DPR menghapus pasal-pasal tersebut.
"Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," ujar Jokowi.
Kepala Negara mengaku paham bahwa semangat UU ITE adalah untuk menjaga ruang digital Indonesia agar lebih bersih, sehat, beretika, dan bisa dimanfaatkan secara produktif.
Namun, ia tidak ingin implementasi UU itu justru menimbulkan rasa ketidakadilan.
1. Minta Polri selektif
Jokowi mengatakan, belakangan banyak warga membuat laporan ke pihak kepolisian. Repotnya, laporan tersebut berlandaskan pada dugaan pelanggaran UU ITE.
Mengacu pada hal tersebut, Jokowi meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan jajarannya lebih selektif dalam menyikapi dan menerima laporan dugaan pelanggaran UU ITE.
Baca juga: Soal UU ITE, Jokowi: Hati-hati Pasal Multitafsir
Polri diminta membuat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal dalam UU tersebut.
Tak hanya itu, Kapolri diinstruksikan supaya meningkatkan pengawasan pelaksanaan UU ITE secara lebih konsisten, akuntabel, dan berkeadilan.
"Hati-hati, pasal-pasal yang bisa menimbulkan multitafsir harus diterjemahkan secara hati-hati, penuh dengan kehati-hatian," kata Jokowi.
Ia ingin agar keberadaan UU ITE dapat menjaga ruang digital di Tanah Air tetap bersih sekaligus juga adil.
"Tentu saja kita tetap harus menjaga ruang digital Indonesia sekali lagi agar bersih, agar sehat, agar beretika, agar penuh dengan sopan santun, agar penuh dengan tata krama, dan juga produktif," tutur dia.
Jokowi juga menyampaikan, Indonesia adalah negara demokrasi yang menghormati kebebasan berpendapat dan berorganisasi.
Baca juga: Jokowi Ingatkan Polri Selektif soal Pelanggaran UU ITE
Indonesia juga merupakan negara hukum. Untuk itu, hukum harus dijalankan dengan seadil-adilnya, melindungi kepentingan yang lebih luas, sekaligus menjamin rasa keadilan masyarakat.
"Saya minta kepada jajaran TNI dan Polri untuk selalu menghormati dan menjunjung tinggi demokrasi serta memberikan rasa keadilan kepada masyarakat," kata Jokowi.
2. Kritik masyarakat
Beberapa waktu sebelumnya, Jokowi meminta masyarakat lebih aktif dalam menyampaikan kritik dan masukan terhadap kerja-kerja pemerintah.
Pada saat bersamaan, ia juga menginstruksikan penyelenggara layanan publik terus meningkatkan kinerja.
"Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik, masukan, atau potensi malaadministrasi. Dan para penyelenggara layanan publik juga harus terus meningkatkan upaya perbaikan-perbaikan," kata Jokowi dalam acara Peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman RI Tahun 2020, Senin (8/2/2021).
Dihubungi secara terpisah, Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengatakan bahwa pemerintah terbuka terhadap kritik setiap warga negara.
Baca juga: Kapolri Sebut Presiden Ingin Penerapan UU ITE Hindari Kriminalisasi dengan Pasal Karet
Bahkan, kata dia, tak jadi persoalan jika ada yang beroposisi terhadap pemerintah.
"Ini negara demokratis, siapa pun yang mendukung kebijakan dipersilakan dan siapa pun mengkritik bahkan beroposisi dengan pemerintah dipersilakan," kata Fadjroel kepada Kompas.com, Rabu (10/2/2021).
Menurut Fadjroel, hak-hak politik warga negara telah diatur dalam Pasal 28 Undang Undang Dasar 1945.
Namun, ia mengingatkan bahwa kebebasan menyampaikan pandangan harus tetap patuh pada Pasal 28 J UUD 1945.
Pasal itu mengatur bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang untuk menjamin penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain.
Baca juga: Mengaku Terbuka dengan Kritik, Jubir Jokowi: Bila di Medsos, Perhatikan UU ITE
Jika pendapat disampaikan melalui media sosial, kata Fadjroel, masyarakat harus tunduk pada UU ITE.
"Bila di media sosial harus memperhatikan UU ITE," ujar dia.
Direktur Eksekutif Perkumpulan Pembela Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara (SAFEnet) Damar Juniarto mengatakan, Jokowi memang punya kewajiban untuk menjamin masyarakat dalam menyampaikan kritik.
Namun, di sisi lain, terdapat sejumlah regulasi yang dinilai dapat mengancam kebebasan berekspresi dan berpendapat.
"Imbauan dari Pak Jokowi bagus, dan menurut saya memang dalam posisi sebagai Presiden dia wajib untuk menyampaikan jaminan, bahwa masyarakat Indonesia boleh menyampaikan kritik," ujar Damar ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (9/2/2021).
Baca juga: Jokowi Minta Masyarakat Aktif Beri Kritik, Warganet: Lalu Kena UU ITE
SAFEnet mencatat, terdapat sejumlah regulasi yang membatasi kemerdekaan berekspresi di Indonesia, antara lain UU ITE, Permenkominfo Nomor 19 Tahun 2014 tentang Situs Internet Bermuatan Negatif, UU Penyadapan, hingga UU Penyiaran.
Koalisi masyarakat sipil juga melaporkan, dalam kurun 2016-2020 UU ITE dengan pasal karetnya telah menimbulkan conviction rate atau tingkat penguhukuman 96,8 persen (744 perkara).
Sementara itu, tingkat pemenjaraan dari aturan ini mencapai 88 persen (676 perkara).
Kemudian, Indeks Demokrasi Indonesia pada 2020 dilaporkan menurun.
Laporan The Economist Intelligence Unit (EIU) mencatat, Indonesia hanya mendapat skor 5,59 untuk kebebasan sipil.
Tak sedikit pihak yang menganggap penilaian ini merupakan perolehan terendah Indonesia dalam belasan tahun terakhir ini, terutama mengenai kebebasan sipil.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.