JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengungkap sejumalah kerugian atas terjadinya perkawinan anak.
Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Lenny N Rosalin mengatakan, perkawinan anak berdampak pada timbulnya persoalan kompleks.
Kerugian perkawinan anak harus secara terus-menerus disampaikan pemahamannya kepada masyarakat. Terutama pada anak-anak.
Baca juga: Kementerian PPPA: Angka Perkawinan Anak Indonesia Jadi Sorotan Dunia
"Untuk menyadari betul apabila terjadi perkawinan anak, kerugiannya tidak hanya pada anak itu sendiri, keluarga, tetapi secara keseluruhan adalah pada negara," kata Lenny di acara dialog bertema Pencegahan Perkawinan Anak secara virtual, Senin (15/2/2021).
Lenny mengatakan, seorang anak yang menikah hampir pasti dia akan keluar dari sekolah.
Kalaupun ada yang tetap melanjutkan, jumlahnya sangat sedikit.
Tak hanya itu, dari segi kesehatan juga bisa memicu lahirnya anak-anak yang mengalami stunting.
"Isu terburuknya angka kematian bayi dan ibu, bahkan banyak sekali akibat-akibat kesehatan yang dialami baik oleh ibu yang masih usia anak tadi dan juga oleh anak yang dikandungnya atau yang dilahirkan," kata dia.
Secara ekonomi, kata dia, perkawinan anak juga membawa dampak buruk.
Pasalnya, anak bersangkutan jadi harus bekerja yang berakibat pada munculnya masalah baru terkait pekerja anak. Perkawinan anak juga dapat memicu kemiskinan.
"Misalnya iklan Aisha Weddings itu, kawin umur 12 tahun berarti lulus SD. Kalau lulus SD, berarti nanti kalau dia bekerja akan muncul pekerja anak. Kalo dia bekerja, pasti bekerja dengan upah rendah, bagaimana dia akan memperbaiki ekonomi keluarga? yang muncul adanya adalah kemiskinan," kata Lenny memberi contoh.
Lenny menjelaskan, masalah pendidikan, kesehatan, dan ekonomi yang terjadi akibat perkawinan anak ini akan mempengaruhi indeks pembangunan manusia (IPM) di Tanah Air.
Perkawinan anak, kata dia, akan membuat IPM di Indonesia mengalami masalah.
"Belum lagi dampak lainnya kita sedang mencermati. Jadi data-data bagaimana perkawinan anak ini juga berdampak pada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan terhadap anak, kesehatan mental baik bagi ibunya maupun bagi anak-anaknya," kata dia.
Baca juga: Kementerian PPPA: Praktik Perkawinan Anak Melanggar HAM
Termasuk soal banyaknya anak dari hasil perkawinan anak yang tidak mencatatkan identitas anak-anaknya.
Hal tersebut membuat anak-anak dari perkawinan anak sering tidak memiliki akta kelahiran. Risiko terburuk yang bisa terjadi adalah perdagangan manusia.
"Pola asuh yang salah anak. Anak punya anak yang masih anak ,tentunya inilah yang harus kita tindak semuanya," ucap dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.