JAKARTA, KOMPAS.com - Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) menyayangkan tuduhan terhadap Din Syamsuddin yang disebut sebagai seorang radikal.
Ketua Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay menilai, tuduhan itu membuktikan bahwa makna radikal belum dipahami secara utuh.
"Istilah radikal tidak selamanya buruk. Namun, ketika dilaporkan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) berarti makna radikal itu sendiri menjadi jelek dan buruk," kata Daulay dalam keterangan tertulis, Minggu (14/2/2021).
Baca juga: Pemerintah Anggap Din Syamsuddin Tokoh, Pernah Jadi Utusan Bicara Islam Damai
Oleh karena itu, fraksi PAN merasa bahwa tuduhan tersebut menyakiti Din Syamsuddin.
Sebab, fraksi PAN melihat Din merupakan seorang tokoh besar Indonesia yang selama ini dikenal memberi keteduhan, dan membangun dialog lintas agama.
Bahkan, lanjutnya, Din juga dikatakan telah membangun dialog lintas agama dan lintas peradaban bukan hanya di Indonesia, melainkan di dunia internasional.
"Setahu kami, Pak Din Syamsuddin itu selalu menggelar dialog interfaith, dialog antaragama, serta dialog antarperadaban. Dan beliau itu ikut di dalam organisasi-organisasi interfaith seperti itu bukan hanya di Indonesia, tetapi dunia internasional," jelasnya.
Baca juga: Din Syamsudin Dilaporkan ke KASN, Alasan Pelaporan, hingga Respons Dua Menteri...
Daulay melanjutkan, Din juga pernah berbicara di Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait bagaimana Indonesia bisa membangun hubungan harmonis yang didasarkan Pancasila dan UUD 1945.
"Semua orang bisa mendengar ceramah beliau di PBB, itu ada di Youtube. Silakan saja, masih terekam dengan bagus," ujarnya.
Lebih jauh, ia mengaku dekat dengan Din Syamsuddin. Ia menjelaskan, Din adalah seniornya di Muhammadiyah dan Pemuda Muhammadiyah.
Ia menambahkan, Din juga merupakan dosennya di UIN Syarif Hidayatullah. Menurutnya, Din mengajarkan pemikiran Islam kontemporer dan sangat modern.
Baca juga: KASN Teruskan Laporan Alumni ITB terhadap Din Syamsuddin ke Satgas dan Kementerian Agama
"Nah, pemikiran Islam kontemporer yang diajarkan itu di dalamnya ada toleransi, ada dialog, ada civil society dalam perspektif Islam. Karena itu saya paham betul bagaimana pemikiran dan gerakan Pak Din Syamsuddin," imbuh Daulay.
Selain itu, ia juga mengatakan kritik Din Syamsuddin terhadap pemerintah adalah dalam konteks membangun Indonesia.
Oleh karena itu, Daulay berpandangan bahwa dalam sistem demokrasi harus ada kritik yang konteksnya membangun.
"Saya pastikan Pak Din Syamsuddin tidak ada niat sedikit pun berniat buruk, berniat jahat dan membenci dalam kritiknya itu," tambah dia.
Baca juga: Tanggapi Laporan Alumni ITB terhadap Din Syamsuddin, Menag: Jangan Mudah Beri Label Radikal
Di sisi lain, ia juga menilai Presiden Joko Widodo juga sudah menyatakan tak masalah apabila dikritik.
Hal tersebut yang kemudian membuat dirinya bertanya, mengapa ada sekelompok orang di ITB yang menuding Din tokoh radikal.
Ia juga mengatakan telah menghubungi beberapa alumni ITB dan menyatakan bahwa kelompok tersebut merupakan kelompok kecil yang mengatasnamakan ITB.
Daulay melanjutkan, masih banyak pendukung Din di ITB, sehingga menurutnya, laporan Gerakan Anti Radikalisme (GAR) Alumni ITB tersebut tidak sesuai.
Baca juga: Mahfud MD: Din Syamsuddin Tokoh Kritis, Tak Akan Diproses Hukum
"Oleh karena itu, saya mendorong agar pelaporan dan labelisasi radikal terhadap Profesor Din Syamsuddin segera dicabut. Banyak orang yang tersinggung. Tidak hanya Pak Din, tetapi juga banyak kalangan dari berbagai latar belakang," harap dia.
Sebelumnya Din Syamsuddin dilaporkan GAR Alumni ITB ke KASN dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) karena dugaan pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada 10 November 2020.
Melalui surat laporan tersebut, GAR Alumni ITB menilai Din Syamsuddin melakukan pelanggaran yang substansial atas nama norma dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN dan atau pelanggaran disiplin PNS.
Adapun laporan GAR Alumni ITB tersebut mendapatkan respons dari Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang meminta semua pihak untuk tidak mudah menilai seseorang memiliki paham radikal tertentu.
Yaqut menyatakan sikap kritis dan radikal merupakan dua hal yang berbeda. Ia juga mengatakan bahwa berpolitik merupakan pelanggaran untuk ASN, tetapi menyampaikan kritik adalah hal yang sah.
"Berpolitik memang bisa jadi pelanggaran seorang ASN. Namun soal lontaran kritis sah-sah saja bagaimana yang disampaikan oleh Presiden Jokowi bahwa kritik itu tidak dilarang," kata Yaqut pada keterangan tertulis website resmi Kementrian Agama, Sabtu (13/2/2021).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.