JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) enggan menanggapi lebih jauh soal kritik Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, serta Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tentang seragam sekolah.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hendarman menyatakan, pihaknya mempersilakan semua pihak memberi saran kepada Kemendikbud.
“Kalau hanya saran, silakan, disetujui atau tidak itu hal lain,” kata Hendarman kepada Kompas.com, Senin (15/2/2021).
Baca juga: MUI Minta SKB 3 Menteri tentang Seragam Sekolah Direvisi, Ini Alasannya
MUI menyarankan, pemerintah mestinya membuat kebijakan yang memberikan kelonggaran kepada sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah untuk membuat pengaturan yang positif dan yang mendidik para peserta didik untuk taat menjalankan ajaran agama sesuai keyakinannya, termasuk dalam berpakaian seragam kekhasan agama.
MUI berpandangan, pendidikan tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi penanaman nilai-nilai (transfer of values), dan pengamalan ilmu serta keteladan (uswah).
Sikap MUI tersebut terangkum dalam tausiah Dewan Pimpinan MUI yang ditandatangani Ketua Umum MUI KH Miftachul Akhyar dan Sekjen Amirsyah Tambunan pada Kamis (11/2/2021).
SKB 3 Menteri yang dimaksud adalah terkait dengan penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Dalam tausiah tersebut, MUI menghargai isi SKB 3 Menteri soal seragam sekolah.
Pertama, SKB tersebut dapat memastikan hak peserta didik menggunakan seragam dengan kekhasan agama, sesuai keyakinannya, serta tidak boleh dilarang oleh pemerintah daerah dan sekolah.
"Kedua, SKB ini melarang pemerintah daerah dan sekolah memaksakan seragam kekhasan agama tertentu pada penganut agama yang berbeda," tulis tausiah tersebut yang diterima Kompas.com, Sabtu (13/2/2021).
Baca juga: Soal Seragam, Kemendikbud Tegaskan Beri Kebebasan Sesuai Agama
Namun, MUI juga meminta dilakukan revisi atas isi SKB 3 Menteri agar tidak menjadi polemik, kegaduhan, dan ketidakpastian hukum.
Kegaduhan tersebut, menurut MUI, terdapat pada diktum ketiga dari SKB yang mengandung tiga muatan dan implikasi yang berbeda.
Pertama, implikasi terkait pemerintah daerah dan sekolah tidak boleh melarang penggunaan seragam dengan kekhasan agama tertentu.
Hal ini, menurut MUI, patut diapresiasi karena memberi perlindungan pelaksanaan agama dan keyakinan masing-masing peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan.
Kedua, ketentuan yang memiliki implikasi adalah pemerintah daerah dan sekolah tidak boleh mewajibkan, memerintahkan mensyaratkan, dan mengimbau penggunaan seragam dengan kekhasan agama tertentu.
Menurut MUI, hal tersebut harus dibatasi pada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan) yang berbeda agama.
"Sehingga tidak terjadi pemaksaan kekhasan agama tertentu pada pemeluk agama yang lain," lanjut tausiah tersebut.
Ketiga, apabila perintah, persyaratan, atau imbauan itu diberlakukan terhadap peserta didik yang seagama, pemerintah tidak perlu melarang.
Menurut MUI, sekolah dapat memandang hal itu bagian dari proses pendidikan agama dan pembiasaan akhlak mulia terhadap peserta didik
"Hal itu seharusnya diserahkan kepada sekolah, bermusyawarah dengan para pemangku kepentingan (stakeholders), termasuk komite sekolah, untuk mewajibkan atau tidak, mengimbau atau tidak. Pemerintah tidak perlu campur tangan pada aspek ini," tulis tausiah tersebut.
Baca juga: Wamenag Sebut SKB 3 Menteri tentang Seragam Sekolah Sesuai Amanat Konstitusi
Oleh karena itu, sekolah yang memerintahkan atau mengimbau peserta didik, dan tenaga kependidikan agar menggunakan seragam dan atribut yang menutup aurat, termasuk berjilbab, merupakan bagian dari proses pendidikan untuk mengamalkan ilmu dan memberikan keteladanan.
Selain itu, MUI menyoroti diktum kelima huruf d SKB 3 Menteri yang berbunyi:
"Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan sanksi kepada sekolah yang bersangkutan terkait dengan bantuan operasional sekolah dan bantuan pemerintah lainnya yang bersumber dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan".
Aturan tersebut, menurut MUI, tidak sejalan dengan ketentuan dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat (2) bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Lebih lanjut, MUI meminta Kemendikbud, Kemendagri dan Kemenag lebih fokus dalam mengatasi dampak akibat pandemi Covid-19.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.