JAKARTA, KOMPAS.com – Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu mengatakan, Economist Intelligence Unit baru saja merilis laporan terbaru tentang indeks demokrasi negara-negara di dunia tahun 2020.
Indeks demokrasi Indonesia, kata Syaikhu, mengalami penurunan dengan skor 6,3 yang menjadikan skor terendah sejak 14 tahun terakhir.
“Yang membuat kita sedih adalah Indonesia masuk dalam kategori cacat demokrasi,” kata Syaikhu dalam acara Mimbar Demokrasi Kebangsaan Fraksi PKS DPR RI, Jumat (12/1/2021).
Baca juga: Perludem Prihatin Peringkat Indeks Demokrasi Indonesia Stagnan, dan Skor Turun
Selain itu, Syaikhu menyebut, kebebasan sipil di Indonesia menjadi salah satu indikator yang memiliki skor rendah yaitu 5,59.
“Data tersebut tidak bisa dipungkiri jika kita bersama-sama merefleksikan bagaimana proses demokrasi berjalan di negara kita akhir-akhir ini,” ucap dia.
Syaikhu mengatakan, setidaknya ada empat catatan krusial tentang penyelanggaraan demokrasi di Indonesia yang terdiri aspek partisipasi publik, kebebasan sipil, jaminan atas hak asasi manusia, dan penegakan hukum.
Pada aspek pastisipasi publik, menurut Syaikhu, banyak pihak menilai partisipasi publik dalam proses perumusan kebijakan menjadi sangat tergerus.
“Misalnya yang paling nyata dan mencolok tampak saat perumusan RUU Cipta Kerja, publik mayoritas merasa tidak dilibatkan secara penuh dalam proses perumusan,” kata Syaikhu.
Berbagai aksi demonstrasi dari rakyat, kata dia, seolah-olah hanya dianggap angin lalu oleh pemangku kebijakan.
Padahal, menurut Syaikhu, partisipasi publik sangat penting dibutuhkan dalam rangka menciptakan good governance.
Baca juga: Revisi UU Pemilu Dinilai Bisa Tingkatkan Indeks Demokrasi Indonesia
Kemudian, pada aspek kebebasan sipil, lanjut Syaikhu, berdasarkan data Kontras, kebebasan sipil di Indonesia semakin terancam.
Data Kontras yang dirilis tahun 2020 yang lalu, kata dia, menunjukkan bahwa sepanjang satu tahun terakhir, telah terjadi 158 kasus terkait pelanggaran, pembatasan dan serangan terhadap kebabasan sipil yang meliputi hak asosiasi, hak berkumpul, dan hak berekspresi.
Padahal, menurut Syaikhu, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Pasal 28 e Ayat 3 telah memberikan jaminnan bagi kebabasan sipil.
Lebih lanjut, Syaikut mengatakan, pada aspek jaminan atas hak asasi manusia juga mengalami krisis.
Ia menyebut, telah terjadi intimidasi pada mahasiswa, jurnalis, dan aktivis yang mencoba menyampaikan kritik terhadap pemerintah.