JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan kronologi pemberian suap dari Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito kepada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Adapun suap diberikan agar Edhy mempercepat pemberian izin budidaya dan ekspor benih lobster kepada perusahaan Suharjito.
Dalam surat dakwaan, kasus bermula dari kebijakan Edhy mengizinkan budidaya dan ekspor benih lobster.
Baca juga: KPK Panggil Ibu Rumah Tangga dan Karyawan Swasta sebagai Saksi Kasus Edhy Prabowo
Terdakwa Suharjito pun menemui Edhy di rumah dinas Menteri KP, pada 4 Mei 2020, lalu mengutarakan keinginannya untuk budidaya dan ekspor benih lobster.
“Edhy Prabowo memperkenalkan terdakwa dengan Safri selaku Staf Khusus Menteri KP-RI dan mengatakan bahwa terkait pengurusan permohonan izin budidaya sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan izin ekspor BBL agar terdakwa berkoordinasi dengan Safri,” demikian bunyi surat dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (11/2/2021).
Suharjito kemudian meminta bawahannya untuk berkoordinasi dengan Safri dan mengurus permohonan izin tersebut.
Anak buah Suharjito pun telah mempresentasikan rencana bisnis (business plan) benih lobster di hadapan Tim Uji Tuntas (Due Diligence) pada pertengahan Mei 2020.
Adapun tim itu diketuai oleh Andreau Misanta Pribadi selaku staf khusus Edhy dan wakilnya adalah Safri.
Setelah itu, Safri meminta sekretaris pribadinya agar tidak melanjutkan proses penerbitan izin sampai ada instruksi darinya atau Andreau.
Karena izin tak kunjung terbit, di pertengahan Juni 2020, pegawai Suharjito menanyakan perkembangan izin budidaya benih lobster PT DPPP kepada Safri atas perintah terdakwa.
Baca juga: KPK Salah Cantumkan Identitas Saksi di Kasus Edhy Prabowo: Bukan Direktur, tapi Notaris
Lalu, Safri mengungkapkan adanya sejumlah uang komitmen yang harus dipenuhi PT DPPP. Terdakwa kemudian bersedia memberikan uang itu.
“Mendapatkan jawaban bahwa untuk mendapatkan izin dimaksud, PT DPPP harus memberikan uang komitmen kepada Edhy Prabowo melalui Safri sebesar Rp 5.000.000.000 yang dapat diberikan secara bertahap sesuai dengan kemampuan perusahaan,” ujar jaksa.
Pemberian uang kepada Edhy kemudian dilakukan secara bertahap. Pertama, berlokasi di kantor Kementerian KP, pada 16 Juni 2020.
“Terdakwa kemudian menyerahkan uang kepada Safri sejumlah USD 77.000 sambil mengatakan ‘ini titipan buat Menteri’,” ungkap jaksa.
Selanjutnya, penyerahan kedua terjadi di ruang kerja Safri di kantor Kementerian KP, pada 8 Oktober 2020, di mana Suharjito memberikan uang sebesar 26.000 dollar AS kepada Safri.
Selain uang 103.000 dollar Amerika Serikat, Suharjito juga didakwa memberikan suap sebesar Rp 706 juta kepada Edhy.
Menurut jaksa, uang Rp 706 juta itu diterima Edhy melalui perusahaan jasa pengiriman kargo yang telah ditunjuk untuk ekspor benih lobster yakni, PT Aero Citra Kargo (PT ACK).
Baca juga: Suharjito Didakwa Suap Edhy Prabowo 103.000 Dollar AS dan Rp 706 Juta
Jaksa mengungkapkan, Edhy meminjam nama orang dekatnya untuk dijadikan pemegang saham di PT ACK. Padahal, uang yang mengalir ke nama orang dekatnya tersebut dinikmati oleh Edhy.
Adapun Kementerian KP akhirnya menerbitkan izin budidaya benih lobster untuk PT DPPP pada 26 Juni 2020 dan izin ekspor benih lobster atas nama perusahaan Suharjito diterbitkan pada 6 Juli 2020.
Dalam kasus ini, Suharjito kemudian didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.